Kamis, 11 September 2014

lubang di pohon





untuk kamu yang rindu,

Rabu, 28 Mei 2014

seribu (dan) terima kasih

kawan yang baik,
yang rajin membuka untuk
1. membaca lalu
2. diarahkan oleh google yang secara acak mengambil keyword yang kamu tulis
3. ingin tahu saja saya bicara apa
4. mencari bahan tertawaan tentang kesalahan berbahasa atau kegagalan sy yang lain
5. mengisi mata

selamat tinggal. semangkuk kata-kata sudah terlalu banyak menampung kata. saya pikir, rasanya mulai tidak karuan. sudah tidak enak, kawan. marilah kita ganti piring dan ambil makanan baru dari tempat lain. tempat ini sudah tak lagi muat menampung imajinasimu yang liar (atau kesepian saya yang makin mencekik). baiklah kita balik mangkuk ini dan berlalu darinya.

terima kasih untuk seribu pos yang sudah kamu ikuti. saya berhenti. semoga kamu tidak. sampai jumpa.
jangan lekas puas.
hidup saya sepi begitu tanpa kalian. tapi saya sadar, monolog ini harus berhenti. kata-kata mulai tidak berguna. otak makin dangkal. tak ada guna lagi interaksi di sini. semoga ada yang kangen. kalau tidak pun, tidak apa. mangkuk ini di sini. kalau-kalau lapar.

selamat tinggal

saya melihat kembali,
cerita di sini sudah tidak lagi menghibur.
ya?
tidak lagi banyak dan berwarna-warni.
tidak lagi begitu menarik untuk terus-terus dibaca.
ah,
kamu tidak akan butuh lagi cerita dari saya. banyak yang bicara bagus-bagus dan semuanya berwarnawarni.
pergilah,
sudah sy izinkan jauh sebelum kamu minta.
apalah gunanya kata kalau mereka hanya disalahartikan dan tak dipergunakan dengan baik. baiklah orang bicara begini untuk maksud yang benar begini. dan janganlah, mereka bicara begini untuk menyatakan begitu. pada orang-orang yang sempit akalnya dan cepat meledak-ledak ini, mereka tak mengerti. apalah gunanya kata kalau tak juga dapat meredam marah? apalah gunanya kata kalau hanya meremukan tulang? apalah gunanya kata kalau ketiadaannya ikut membawa pergi sukaku? apa gunamu dan kata-kata hebat dalam kepala, kalau tak ada orang jadi lebih pandai mengerti?

jadi,
apalah gunaku dan kataku yang banyak dihasilkan di sini?
Terakhir

Sementara itu, di ujung telepon tadi, suara perempuan masih sibuk mengulang kalimat yang sama.
“nomer yang anda tuju tidak dapat dihubungi silakan hubungi beberapa saat lagi...”

Berulang kali sampai bunyi tuuuuuuut panjang menghabisi rindu yang tak pernah sampai.

( November 2012
pernah dipublikasikan di Majalah Gaung)

Ampas Teh

Bagian Keempat

“ia tidak bisa lama-lama menelepon. Nanti dia akan telepon lagi kalau sudah senggang. Katanya salam untukmu.”

Perempuan itu dengan syahdunya mengirim pelukan rindu lewat doa yang terlafalkan di bibir. Suaminya senang melihat istrinya lega. Istrinya lega mendapat kabar rindu dari anaknya. Senang dua kali karena suaminya sudah senang sekarang. Mereka berdua kini punya banyak hal yang akan dibicarakan sambil duduk menghabiskan waktu senggang. Anak mereka.

Ampas Teh

Bagian Ketiga

“teleponlah. Rindumu tak kenal kata percuma, kan?”
Seperti tersengat, laki-laki itu mengambil telepon dan menekan deretan nomer di atasnya. Ketika saat yang paling ditakutkan datang, menunggu jawaban, ia hanya bisa menatap perempuan di depannya. Dan detik itu juga, rasa manis yang sesaat tadi  hilang entah ke mana, kini telah kembali dengan kadar yang lebih banyak. Meluap-luap hingga tak mungkin ia tak tenggelam di dalamnya.
Istriku ini orang baik. Aku suka lupa, dia pun rindu. Kami sama-sama rindu. Aku dengan egoisnya menyisihkan ia, merindu dua kali lebih banyak. Ah, biarlah, biar ia tahu aku pun ada untuknya.
Sesaat kemudian, suara laki-laki ini terdengar meluncur semangat. Cepat-cepat namun berkali-kali. Ada percakapan. Perempuan ini senang dan lega sekaligus. Akhirnya, penantian suaminya tiba juga. Anak laki-laki mereka yang belajar di luar kota bisa mengangkat telepon dari rumah. Sudah lama sekali ia tak pulang. Sudah banyak sekali kata rindu dikeluhkan suaminya. Hingga ia sendiri sedih karena tak mampu mengurangi rindu yang menyayat-nyayat pikiran suaminya. Kini nafasnya ringan setelah tahu suaminya mendapat apa yang selalu dicari di pagi hari, di siang hari, di sore, di waktu makan malam, di waktu sepi menunggu kantuk, bahkan saat telah sangaat mengantuk.
“ya.. ya.... kamu baik-baik ya. Ya, baiklah nanti ayah sampaikan. Hati-hati.”

Percakapan singkat itu berhenti. 

Ampas Teh

Bagian Kedua

Suaranya bergetar. Suara serak yang selama 25 tahun lebih dipaksa kuat. Kini mereka meluncur tanpa malu jadi lemah.  perempuan itu meletakan tangannya di atas lengan laki-laki di hadapannya. Ia juga ingin bisa menyenangkan laki-laki ini. ia cari-cari lagi di mana dulu gairah yang selalu ada di wajah itu perginya? Laki-laki ini dulu begitu bercahaya. Pagi pun kalah segar dibanding air mukanya. Selalu ada kehidupan yang ia alirkan lewat tatapan mata. Bagi perempuan ini, keberadaan wajah itu, tatapan itu, telah cukup kuat untuk memeluk mereka semua jadi keluarga. Kini, yang tersisa hanyalah batu retak yang siap hancur kapan saja.
Ia ulurkan telepon pada laki-laki itu. dengan wajah pasti memintanya menerima. Laki-laki itu hanya bisa diam dan mengamati gerakan di hadapannya. Haruskah ia balas? Bolehkah ia sekali ini meluncur hancur jadi manusia renta kehilangan semangat?
“teleponlah... coba sekali lagi. Dua kali lagi kalau perlu.”
“percuma, takkan ada yang mengangkat.”

Perempuan ini Cuma bisa ikut sedih mendengarnya. Ia tak kalah rindu. Rindunya lebih luas dan dalam. Namun, seperti laut, yang lebih dalam biasanya lebih tenang. Ia simpan rapat kecemasannya untuk menabung ketenangan bagi pria di hadapannya. Digerakannya sekali lagi tangannya. Kali ini sedikit memaksa.

Ampas Teh

(tulisan lama yang harus ditaruh di sini)

Bagian Pertama
“halo...”
Lalu suara itu ditelan lagi. Menunggu beberapa saat sebelum akhirnya putus jadi helaan nafas. Perempuan yang datang bertanya sambil memberikan cangkir yang penuh dengan air teh.
“tidak diangkat lagi?”
Laki-laki itu menggeleng. Tangannya menyapu rambut putih di atas kepala. Ingin rasanya ia benamkan rambut-rambut itu dalam air teh, berharap supaya warnanya lebih cerah. Ia berkaca pada imajinasinya sendiri. Tentang betapa tua, betapa lusuh, betapa lemah ia telah menjadi manusia kini. Berdua dengan perempuan yang sedikit lebih muda kelihatannya, mereka menghabiskan waku dengan air teh yang mengalir lancar di tenggorokan.
Di waktu-waktu kosong begini, teman mereka hanyalah kudapan, teh atau kopi, suara jam yang harus diputar tiap berhenti di angka 6 atau 12, suara kaki diseret malas, gesekan alat makan, dan siaran tv yang kehilangan selera untuk dilihat. Jarang ada tawa. Kata pun sedikit-sedikit meluncur. Itupun kalau ada yang benar-benar perlu dikomentari.
Laki-laki itu menatap perempuan yang duduk di hadapannya. Ia berusaha menikmati manis yang masih tersisa di usia menuju malam itu. dikenangnya senyum yang pernah begitu sempurna menghias. Ia ingat ketika ia dulu sekali berhasil membawa perempuan ini naik ke pelaminan. Ia merasa telah menjadi laki-laki paling luar biasa. ia tidak hanya menenun masa depannya, ia juga mengajak tangan lain menenun benang-benang itu jadi gambaran luar biasa. namun, ia tak pernah bayangkan, mereka berdua kini harus bersabar dengan kesepian. Setelah lewat sudah masa-masa sulit membesarkan buah cintanya, mereka harus bisa kembali lagi ke masa semua dilakukan berdua untuk berdua. Tapi, ah, tapi... mereka tak muda lagi. Dan sisa manis yang bisa ia kecap dari perempuan di hadapannya telah habis disembunyikan keriput.

“aku kangen”

Kamis, 24 April 2014

setelah maghrib lewat

aku melihat drama yang kalian mainkan

(seorang  wanita muda, cerdas dan menarik, berjalan tergesa-gesa di sebuah lorong  ketika gelap mulai datang. dengan buku-buku kesayangan yang dipeluknya ke dada, ia berjalan melupakan orang di sekitarnya. hendak ke mana)

aku menikmati rona wajah bersemu di balik itu semua...

(tak lama setelahnya, seorang pemuda--lebih tua beberapa belas tahun dari perempuan tadi--berjalan santai persis di jalur yang sama. mereka berjalan menuju titik yang sama dengan waktu yang berselang. bedanya, pemuda ini tak tergesa-gesa, tak melupakan dunia. dengan kegagahan yang dipaksakan, ia berjalan sesantai yang ia bisa. mencoba memperhatikan dunia di sekitarnya. hendak ke mana?)

prasangkaku, kalian memainkan drama yang datang dari keliaran imajinasi yang terlalu terburu-buru dikatakan fitnah. aku menikmati bentuk-bentuk drama, dan melihat kalian, aku hidup.

kita tidak tahu mereka berdua pergi ke mana? ke satu tempat yang samakah? kamarnya atau kamarnya? tapi di mata dalam kepalaku, mereka pergi ke sana...

(keduanya masuk ke dalam sebuah ruangan. sama-sama terburu. membagi cemas yang sama. menenteng hasrat yang sama besarnya. masuk. mengunci pintu. dan dengan tak sabar, melucuti topeng masing-masing. keduanya kemudian bergulat dalam ketelanjangan di balik pintu tertutup. yang sampai ke luar hanya suara-suara desahan dan bau keringat yang dibawa angin terbang sampai ke hadapanmu.)

Kamis, 10 April 2014

hal yang paling mewah belakangan ini adalah:

duduk di depan komputer
melihat-lihat kenangan-kenangan lucu
tentang masa yang lucu
mengerjakan pekerjaan lucu
untuk gelar yang lucu
dan menertawakan hal lucu yang rasanya tak begitu lucu seperti dulu
sambil minum kopi susu

dengan rasa senang.

Selasa, 08 April 2014

kadang,
duduk berdua di atas meja makan tidak berarti punya teman ngobrol.
pada selembar kertas palsu di layar komputer,
orang kadang lebih banyak bicara,
walau bahasanya penuh kiasan.

sebab katamu tak semua kata harus dikatakan?
biarlah demikian.

apalah artinya gelar?

suatu saat nanti,
aku akan pergi mengantarkan kalian tidur
dan mendongengkan cerita tentang beruang dan kelinci yang pergi berenang
cerita yang sama yang kalian perdengarkan puluhan tahun lalu.
lalu kalian tidur.

di pagi itu, aku akan berduka
duduk berjam-jam di dekat meja makan.
memandangi kebun yang kalian buat.
mendengarkan percakapan yang tak lagi dekat
dan menghilangkan tangis yang tak mau berhenti.

sebelum itu datang, biarlah kubuat dulu kalian bangga.
walau sekarang semua pelik,
mudah-mudahan kalian bersabar.



i'm sorry old folks

An Ode

sebuah rumah telah dibangun
temboknya bata, dicat putih
jendelanya besar, dicat biru
berlantai satu, tanpa banyak sekat
dapur kecil untuk dipakai makan makanan yang dibeli di luar (katamu takkan kugunakan pula dapur ini)
sofanya empuk, buatan tangan
lantainya kayu yang takkan sakit bila jatuh
dindinginya berupa rak, berderet buku
dan pintu belakang itu menghadap ke kebun kecil
di bawah kebun, di pinggir tebing, pantai menghampar berbatas laut

kita selalu akan pulang pada pikiran-pikiran indah dan kenangan-kenangan manis.
selalu
mungkin itulah gunanya rumah,
tempat kita simpan kenangan dari masa lampau
dan mimpi di kala hidup lebih mudah.

awalnya kita hanya tahu berjalan

Labya pergi ke luar, jalan lurus dari depan rumah, menanjak dengan sandal seadanya. kaki mudanya disakiti kerikil. ia tetap berjalan. pada arah sinar matahari yang telah condong ke barat, ia tetap berjalan.

masuk ke dalam apotik. lalu bertanya:

Labya
"Tuan jual perban?"

pelayan mengangguk. bergerak ke arah rak dengan macam-macam botol berderet. dibukanya satu laci paling bawah di antara rak yang paling kiri. diambil seikat perban dan diukurnya. gunting diambil, hendak dipotong perban itu.

Labya:
"Kalau bisa, saya beli semua. Tuan punya berapa meter?"

pelayan itu menggerakan alisnya ke atas. mengira-ngira. 

Pelayan:
"berapa meter? nona butuh berapa?"

Labya:
"yang cukup membalut ini"

ia menunjukan kakinya yang berdarah karena kerikil. sandalnya telah tiada. copot di tengah jalan.
pelayan itu menggunting perban sesuai ukuran kaki Labya, sisanya diberikan pada Labya. kemudian membantunya membalut luka itu. Labya membayar semua termasuk juga jasa pemasangan perban. lalu ia bersiap pergi pulang.

Pelayan:
"Nona akan pulang dengan kaki begitu?"

Labya:
"ya"

Pelayan:
"Untuk apa diperban sekarang? Nanti luka lagi,"

Labya:
"Tuan tahu... alasan saya pergi ke luar rumah adalah ke apotik ini. membeli apa? awalnya saya tidak tahu. tapi sekarang saya punya alasan. dan kalau sekarang saya pulang, lalu luka lagi, setidaknya saya sudah tahu."

labya melangkah ke luar dari apotik. pelayan itu hanya mengangguk-anggukan kepalanya tanda tak mengerti. ia ingin mencegah tapi percuma.
Labya jalan lagi. di jalanan yang sama. lurus menurun menuju rumahnya. kerikil yang itu, menyakiti kakinya lagi. perban memerah. dan matahari telah hilang di balik bukit di sebelah barat.

Tuhan Maha Kasih maka Ia juga Maha Pengampun tapi Ia tetap menghitung

people stay no matter what not because they forget but because they forgive.

bahasa Indonesianya:
saya mungkin tidak lupa,
tapi saya memaafkan
maka itu saya dan kamu ada

bahasa kita-nya:
iye gua maafin
*pelukan*ciuman*

bagian tersulitnya bukan memaafkan orang lain...sepertinya.
apalah itu bentuknya memafkan orang?
tapi berdamai dengan isi kepala dan jeritan hati?
wohoho itu beda perkara.
dimulai dari atas ke dalam
maka segala yang di luar (mudah-mudahan) lancar

Rabu, 19 Maret 2014

Apa kita tak berbahasa satu?

Apakah aku yang terlalu bodoh menjawab pertanyaanmu atau kepalamu yang tak tertuju padaku hingga tiap jawabku kau tandaskan saja dengan anggukan. Di mana kita dapat berinteraksi jika kupingmu tak ada di sini, di sampingku yang berkatakata.

Ini tanya setelah malam malam kita tak bertemu dalam diskusi yang membuat otakku orgasme. sebab kukatakan, ini bukan cinta yang timbul ketika mata pertama kali berpandangpandangan, ini cinta (kalau benar demikian adanya) yang kusiangi tak peduli waktu dengan ketekunan menyaksikan kemegahan pikiranmu memperluas milikku. Ini sebuah hubungan senggama antara isi otakku dan otakmu yang harus kulampiaskan dalam ciuman panas di tengah hujan deras yang mengguyur. Ini rindu yang takkan sembuh dengan sekadar gambar muka di memori perangkatku. Jadi ini bukan sekadar romantisme kilat yang tak butuh kau dengar dan pahami.

Aku perlu ruang, di mana kita duduk bertukar pikiran dan kau mendengarkan dengan penuh perhatian. Aku lebih suka kita berakhir dengan amarah ketimbang kau menulikan telingamu atas ucapanku.

Aku tak perlu rasa iba dan dada untuk bermanjamanja, aku butuh kekagumanmu atas apa yang kupikirkan dan tak kau temukan di lain tempat.

apa janganjangan aku telah jadi kanakkanak perempuan yang riang gembira dan  manis dan dan... Dungu?


Selasa, 18 Maret 2014

Tuhan Maha Adil

nona manis, siapa yang punya?

ternyata eh ternyata, lirik lagu ini bikin si nona menangis meraung-raung di pojok ruangan. masalah orang manis, cantik, dan indah... semua mau punya. si nona tidak suka. kenapa nona tidak suka? padahal banyak yang suka nona,

" dipikirnya aku vas bunga. siapa boleh punya. dipikirnya aku balon, yang punya boleh pegang erat-erat sampai meletus."

ternyata oh ternyata, nona manis tidak mau ada yang punya. nona manis punya nona manis.
sedang yang kurang manis, sibuk kejar-kejar orang...

"miliki aku dong..."

yang putih bersinar redup di tengah kota

gedung pertunjukan: etalase manusia dan pernak-perniknya

selain kemiskinan dan sistem feodal, kolonialisme meninggalkan kita peradaban budaya pertunjukan. tidak sekadar komersialisme panggung tapi juga sopan santun dan sikap hormat pada seni pertunjukan. ya, mereka meninggalkan kita tempat yang lebih indah untuk menertawai hidup yang sebenarnya kita jalani dengan isak tangis dan haru biru.

sudah seharusnya, bangsa yang lebih dulu kenal pertunjukan daripada seni lain, memajukan gedung-gedung pertunjukannya. dirawat dan dilestarikan ke-kuno-annya. biarkan ia tetap berdiri kokoh dengan debu masa lampau yang tebal menyelimuti. jangan malah mencekik mereka yang berusaha masuk dengan nilai uang tinggi dan birokrasi tai kuda. sudah seharusnya, tiap-tiap orang rutin datang ke gedung pertunjukan. menjadi hal biasa saja. lumrah. alamiah.

seharusnya, gedung ini yang diperbanyak dan yang sudah ada dijaga. jangan terus bikin mall. tempat sampah saja itu. manusia datang, buang duit, keluar jadi manekin. mati lama-lama kemanusiaan mereka.

semoga kamu abadi bahkan sampai cucunya cucuku bisa tetap menulis tentangmu. gedung kesenian jakarta.

Rabu, 05 Maret 2014

rindu setengah mati main di atas panggung. pura-pura menjalani hidup orang lain sambil dikomentari banyak orang. menghapal kata yang sebenarnya akrab tapi sering lupa. lalu menunggu auditorium sepi dan penonton meninggalkanku jadi bangkai di hidup orang.

black out.

Sabtu, 01 Maret 2014

mencuri-curi waktu agar sedikit lebih lama berbicara

"tapi jangan berubah-ubah. dalam kepalaku pun punya rencana."

ya aku lupa. mauku beda.

Selasa, 25 Februari 2014

Begini inikah rasanya lapar? Begini inikah rasanya mau tapi tidak bisa? Oh begini rasanya tak berdaya.
Mudahmudahan tubuh masih kuat. Alah bisa karena biasa. Kan?

Kadang saya suka rambut saya yang keriting dan tidak begitu saja lurus

Omong kosong itu idealisme dan hasrat mencipta yang indah-indah,
Kalau ujung-ujungnya kalah sama keadaan.
Saya di tengah. Oportunis kamu bilang? Oh bukan. Saya di tengah, mengakui adanya warna abu-abu di antara pekatnya hitam dan terangnya putih. Untuk apa kamu tanya? Untuk melihat bahwa harus selalu ada kata "kompromi". Kompromi itu bukan kalah oleh keadaan. Oh betapa tololnya mereka yang masih bilang saya oportjnis. Kompromi itu justru meredam ide yang kadang membara dan malah membakar hangus mimpi. Kompromi itu mengambil jarak seobyektif mungkin untuk tidak menyerah betapapun sulitnya ide dimimpikan dan kemudian diwujudnyatakan.

Kompromi itu menundukan ego. Kompromi itu sulit. Kompromi itu terdengar lemah tapi...

Ia adalah jalan terbaik untuk bertanggung jawab atas ide yang telah muncul. Kompromi saudara.

Adakah kamu telah mencobanya?

Senin, 27 Januari 2014

enakan bermimpi daripada mengejar mimpi. capek di lari. kejar-kejaran sama waktu. capek di lari.

mimpi yuk!

Kamis, 16 Januari 2014

and so be it

ketika kamu berpikir kamu marah besar,
jangan-jangan kamu tidak sedang marah tetapi mempertimbangkan kemungkinan terbaik
marah? tidak marah?

tapi jika memang merasa marah,
marahlah.
dunia tidak perlu tahu kamu marah
kamu hanya cukup tahu kamu marah
dan sama seperti tawa,
ia akan berakhir dengan sendirinya.

kalau ada marah yang bisa memberi kita pencerahan ialah marah yang ditutup dengan cinta
karena dalam cinta, semua orang berhak benar dan berhak salah
jadi kemarahan itu hanyalah cara lain untuk bilang
 STAY!!!!
(i love you, please dont go)

jadi dalam teriakan teriakan yang terurai lewat makian,
mungkin
ada permohonan tentang cinta yang setulus-tulusnya manusia bisa minta.


 FUCK YOU.
(please?)

Kamis, 26 Desember 2013

SjRs

halo, sayang
saya rindu. malam ini tidak datang?
ya, jarak memang satu-satunya yang paling nyata.
kedua, setelah waktu


(mari bersemedi dalam riuhnya ombak. supaya hati kita putih bersih bak buih)

Selasa, 10 Desember 2013

Sayang,
Sudahkah kamu mencuci tangan sebelum mencampuri urusanku? Pastikan dulu tanganmu bersih dari segala tendensi yang baik saja bagimu tapi tidak untukku. Kata mamaku, baiklah tangan kita bersih jika ingin makan. Dan bagiku, urusanku adalah makanan yang harus kulahap sampai habis. Tak bersisa...


(Sabar ya, lagi makan. Kamu tahu artinya)

Sabda telah menjadi daging

Yesus bersabda:
"Kasihilah musuhmu"

Mungkin aku tak salah tangkap maknanya. Musuhmu. Mereka yang patut kita kasihani. Tapi pasti bukan kamu. Kamu bukan musuh. Kamu kuman yang harus dibasmi supaya yang lain tidak ikut sakit. Segera kamu akan binasa, sebab untuk kuman... Tak pernah ada di kitab Yesus yang tulisannya:

Kasihanilah kuman itu



Kuman harus dapat hukuman
Pasti.

Kamis, 05 Desember 2013

Tembakan mereka meleset. Yang mati yang dibela

Apa kabar Mentari? Sehat? Mudahmudahan udara musim dingin tidak makin menjauhkanmu dari kehangatan. Mudahmudahan kamu tidak jadi akrab dengan salju. Jangan, kupikir malah. Perempuan muda cemerlang sepertimu baiknya berseriseri memancar kehangatan, seperti namamu. Aku pikir kami di sini mendoakan kesehatan baik tubuh maupun jiwamu, juga untuk ibumu.   Masihkah terasa nyeri? Kuharap juga kamu segera menemukan pereda nyeri yang tepat. Kuharap bukan morfin, kuharap bukan dendam. Mentari, apa kita akan punya kesempatan duduk satu meja lalu kau mulai menyerakan rasa dukamu padaku? Aku ingin sekali tahu rasanya jadi kamu, sekarang. Tidak ingin mengalami, hanya ingin tahu sakit yang itu bagaimana rupanya. Bukan, bukan, aku bukan penggemar rasa sakit. Suka pun tidak. Kamu tahu, ada yang mendorongku ingin tahu sakitmu itu. Ketika mereka di luar meneriakan pembelaan perempuan, mereka lupa ada perempuan lain yang mereka injakinjak. Lakilaki itu tidak hanya melupakan korban, tidak. Lakilaki itu juga melupakanmu dan ibumu. Dan semua orang juga lupa ada kamu dan ibumu. Jadi, siapa yang kamu bisa harap ingat kamu? Klise kah kalau sekarang kita panggil Tuhan? Kurasa tidak. Mudahmudahan tidak. 



Sudah berkalikali kukatakan, sekarang jangan lagi bertengkar dengan soalsoal perempuan dan lakilaki. Marilah kita lakukan pembelaaan atas nama kemanusiaan. Karena setelah kita setara, kupikir yang ada hanya satu. Manusia. Habis perkara... Atau timbul lagi yang baru? Namanya juga manusia.

Karena tak ada daun teh, maka kuseduh huruf

Daripada kesepian menunggu datangnya pagi, orang memilih untuk:

Sebagian menonton acara yang tidak masuk lewat mata sampai ke otak, menonton seperti menatap

Sebagian memilih tergeletak, tidak berdaya, menyerah di bawah rotasi bumi unntuk mendapat giliran bertemu matahari

Sebagian memilih bergulat. Dengan yang hidup bernafas dan bernafsu atau yang mati diam tak sedikit pun menyerang balik

Sebagian memilih menuliskan apa yang dirasanya mungkin terjadi ketika ia tidak sedang melakukan pilihan lain


Tidur dong. Kapan bisa mainmain dengan matahari, kalau dengan malam saja tak mampu kau berdamai.

Minggu, 01 Desember 2013

untuk mentari,

semoga kamu lekas sembuh. tapi patah hati yang ini, siapa bisa tolong. saya hanya bisa ikut mendoakan kamu dan ibumu. semoga baik selalu. semoga kuat selalu. semoga tak ada dendam di bibir apalagi hatimu.


untuk orang-orang yang duduk di jajaran eksekutif mahasiswa fakultas saya dan yang membuat surat pernyataan itu,

kalian bodoh atau latah atau terlalu sedikit urusan yang diurus sampai bikin surat saja isinya begitu?

Tuhan tolong.

Sabtu, 23 November 2013

kepada *****,

kamu sudah tidak lagi hangat. tidak lagi akrab. tidak lagi setia. dan saya kecewa.
kamu sudah benar-benar jahat. benar-benar suka bikin luka. dan saya marah.
sudah tidak ada lagi piknik di dalam hutan di dekat danau, dengan pinus di atas kepala dan selimut di antara kaki kita. sudah tidak ada lagi pantai yang kita tuju untuk melihat seperti apa rasanya jatuh cinta di hadapan matahari terbenam.
kita gali sendiri kuburan untuk masuk sama-sama dan membusuk dengan rasa benci.
ah, *****

("saya tidak akan pergi, sebelum kamu pergi dari sana.")
saya rasa kamu sudah muak.
dan itu wajar.
sudah sepatutnya saya terus pakai topeng. kalau tidak, saya benar-benar akan sendiri sebelum waktunya.
saya yang jadi saya itu memuakan. dan kalau kamu muak, percaya, itu wajar.
tunggu ya saya ukir dulu topeng yang kira-kira kombinasi warnanya kamu suka.
oh iya yang seperti itu. iya, saya bikin dulu. dua saya bikin. satu untuk saya. satu lagi untuk kamu. sebab saya dengan topeng ini, perlu kamu yang bertopeng itu.

(lama-lama ini jadi tonil murahan. yang dibawa dari satu kota ke kota lain, hanya karena bisa bukan lagi mau)

kita diamuk rasa benci yang terlalu besar oleh karena cinta yang teramat dalam buat satu hal. lalu lupa kebaikan-kebaikan hal itu. engga apa-apa, manusia sekali itu. memang sukanya pasang label. yang sama dikoleksi, yang tidak... syukur-syukur tidak dibenci.
kan saya sudah bilang, pergilah bertemput. kutunggu di sini. hidup matimu telah kuserahkan pada tanah yang kujaga. biar angin mengantar debu ke kakiku, memberitahuku nasibmu di medan tempur.

Selasa, 19 November 2013

"Jangan pergi... Jangan pulang. Kupaksakan malam tetap lama supaya bisa tuan bertamu. Jangan pergi... .. Jangan pulang, jangan"

Tapi tetap saja, dengan tak peduli ia keluar. Balik badan dari gigil dan gemeletuk tulangku. Sesekali masih menjeritkan namanya, berharap tergerak hatinya oleh belas kasihan pada mahkluk menjijikan yang mengaduhaduh sakit.


Darah, kotoran, dan cairan asam keluar dari seluruh lubang di tubuhku. Katamu kau marah karena tak kuhiraukan tubuhku. (Bahkan darah yang sudah rintik-rintik mengalir di nadiku, beriak mendengarmu.) Tak ada kasih untuk dibagi tuan? Sampai mulutmu pun rasa kematian?


Lalu sekarang tinggal aku dan cairan tak bernama, berbau, dan nyeri dari usaha mengeluarkannya. Tinggal kami, ruang lembab ini memelihara dendamku. Sakit yang ini takkan kubawa lelap. Takkan kulupa. Takkan kutelan. Ia akan ada jadi ruang hampa yang menyengsarakanmu, di antara aku kamu.


Haha.
Masih jelas kuingat rindu yang merontaronta di antara sekarat. Sekarang pun masih merontaronta. Masih sekarat. 


(Jangan pergi... Jangan.../ tapi tetap pergi)
Sakit yang ini pasti kubalas. Pasti

Kamis, 14 November 2013

Marahmarah

Malu banyak merasarasa sedang halhal lain menunggu untuk dipikirkan. Lelah merasarasa sedang hal yang harus dipikirkan membutuhkan lebih banyak energi. Memang, tak semua hal harus dipikirkan tapi tak semua hal juga harus bertautan dengan rasa. Kalau semuanya dirasakan, lamalama habis sudah guna ilmu pengetahuan. Tumpul logika besar emosi.

Selasa, 12 November 2013

jadilah kau perempuan yang berani. biar tak ada pria, kau bisa hidup. tapi jika ingin kau cari pria untuk menemani hidup, carilah yang lebih berani dariku. sebab memilikimu adalah keberanian yang belum tertandingi." -papa

(kalau nanti ada yang bisa bertahan di sisiku bahkan ketika aku jauh,
bersedia menerima segala beda dalam kepalaku
dan menantiku pulang ketika aku tak punya rumah
maka bolehkah ia kusebut pemberani papa?
walau tak bisa menandingi keberanianmu memeliharaku,)
jika nanti aku pergi bermain,
dengan satu dua pria berbeda
jangan remukkan hatimu
dan jangan tangisi pergiku

biarlah kamu tahu aku mencintaimu bahkan ketika aku bebas memilih
sebab ini bukan perusahaan.
aku percaya cinta tak perlu diusahakan ia datang begitu saja
mengamuk dan menerjang

(itu jawabanku ketika kau tanya mengapa begitu suka laut. ia tak diam walaupun bisa. ia dinamis. hasratnya tinggi, bergelora dan muda. namun, jauh di kedalamannya ada bagian dingin yang bahkan tak sanggup direngkuh sinar matahari. bisu jauh dan mematikan. apapun kapalnya, jika sampai pada bagian ini, tinggal kenangan.)

Senin, 11 November 2013

jiwa kita begitu kurus seperti anak-anak di papua barat. tapi kepala kita buncit oleh pertanyaan yang memakan habis semua nutrisi untuk jiwa. kita manusia yang sekarat. sebentar lagi mati tanpa satu pun nikmat dunia pernah benar dikecap. berusaha mati dengan banyak raga hilang. berharap surga dan kesempurnaan menanti.
sudah hidup sekarat. mati pun menderita. sungguh aneh cara kita berlomba-lomba menuai kebajikan dengan berusaha jadi bajingan tengik pemakan bahagia. sungguh aneh cara kita mati, dengan percaya telah berbuat yang terbaik bagi Tuhan dengan membunuh manusia lain. sungguh aneh cara saya menulis, tak ada indah tak bermakna.

mungkin saya terlalu cinta hidup? hingga bagi saya, mati adalah satu-satunya mimpi buruk ketika mata lelap.

bed and pillow 2

"carilah maka kamu akan menemukan."

kepala saya diputar ke beberapa tahun silam, ketika saya dibaptis kedua kali secara kristen. ketika itu saya mengerti dan mau. berbeda dengan yang pertama, saya dibaptis atas dasar kemauan orang tua dan keluarga besar saya. maka dalam tubuh saya, saya katolik sekaligus kristen protestan. saya pikir apalah bedanya menjadi seorang katolik dan seorang kristen?

"jangan salahkan gereja, salahkan manusianya." kata katolik yang budiman itu.

saya tidak sedang menyalahkan apapun dan siapa pun. saya menyayangkan perbedaan yang tercipta justru bukan untuk menjadi padu melainkan beda sama sekali.

saya akan berhenti di sini tentang beda kristen protestan (dan kristen jenis lain) dengan katolik (yang baru saya tahu tak lagi punya embel-embel kristen di depannya melainkan 'roma' di belakangnya). basi, panjang, bertele-tele, dan  tak penting. sama seperti meributkan warna laut, biru atau biru muda.

karena setiap kita dijanjikan untuk menemukan apa yang dicari, melihat apa yang ingin dilihat, dan mendengar apa yang ingin didengar maka sebenarnya tak ada kebenaran yang sejati. sebab, semua orang punya pengalaman yang tak mungkin sama dengan yang lain. jika ada yang sama, maka mereka menjelma satu komunitas. dan satu komunitas dengan komunitas lain kembali lagi membuat perbedaan. bertengkar lagi tentang siapa yang benar dan siapa yang salah. pusing.

tugas adam yang pertama adalah menamai setiap ciptaan di taman firdaus. adam, nenek moyang manusia, dari awalnya telah ditugasi memberi nama untuk tiap unsur kehidupan. tidak heran saya, kalau sekarang manusia hobinya kasih label sana sini.
"oh dia kristen soalnya salibnya ga ada patungnya."
"oh dia katolik soalnya bawa puji syukur."
"oh dia hindu soalnya tinggal di bali"
"oh dia islam soalnya pakai sarung."

semacam apa ya, pengkotak-kotakan. bhineka tunggal ika itu bohong. itu slogan paling utopis. manusia itu sukanya cari teman, teman yang sama kayak dirinya sendiri. yang beda, dinamai sendiri. belum tentu dimusuhin, tapi dilabeli 'beda'. tidak usah mencemooh saya karena bilang begini, saya juga suka begitu. tidak usah tersinggung kalau ada yang tanya "agamamu apa?" itu lumrah, wajar, dan sama sekali bukan cari gara-gara. memang sudah sifat dan tugas utama kita untuk bikin nama buat orang lain. yang penting mau mengakui, sudah.

pertanyaan saya?

apa kamu mau terus maksa kepercayaanmu untuk dipercaya orang lain? sudahlah. setiap manusia memang ditakdirkan untuk mencari, ketemunya beda-beda. mudah-mudahan semua menemukan surga bagi dirinya masing-masing. kalau surga mereka berbeda dengan surgamu, jangan dipusingkan. bukan egois, tapi saya rasa kalau semua merasa bertanggung jawab untuk maksain umat manusia masuk ke surgamu, apa terus dunia jadi damai?

ada tertulis:
datanglah kerajaanMu di bumi seperti di dalam Surga

ya, jelas. itu buat kamu pegang teguh. bahwa hidup yang semu dan fana ini juga harus diusahakan sebaik-baiknya. apa gunanya kamu diciptakan di dunia kalau cuma untuk numpang lewat lalu kembali lagi ke neraka? hidup yang semu dan fana ini tempatnya manusia mencari dan menemukan. jangan dipaksa, kamu bukan tuhan. nyaris pun tidak. hahaha

untuk orang Katolik yang budiman, saya mungkin telah berbohong semalam. tentang keimanan dan perilaku baik saya. saya bejat dan rusak moralnya (kalau orang Timur yang lihat). saya makan babi, minum bir, bercumbu, dan gemar berdosa. jadi, yang semalam itu hanya teori kehidupan yang baik yang saya percaya. praktiknya, belum tentu sama. tidak apa ya. setidaknya, saya berusaha jujur kalau saya sudah tidak lagi pegang tradisi katolik. saya tidak percaya berdoa pada santo santa. saya tidak lagi percaya berdoa dengan tepuk tangan ala kristen protestan. tidak lagi bersenandung lagu rohani.

(tuhan, saya kecewa. besar-besar bulir kekecewaan yang mengalir bersama darah dalam tubuh. pahit rasanya mengingat janjimu. dan luka itu belum juga kau sembuhkan. tuhan, saya kecewa. dan untuk sementara waktu, entah kapan, saya pasti akan berdiri bersebrangan denganmu. tuhan, tolong saya. bantu saya untuk tahu bahwa hidup memang mosaik yang tak pernah sempurna. saya mencariMu tuhan dalam setiap tangis kebencian pada mereka yang mengolok-olok. saya mencariMu tuhan dalam setiap ketidakpercayaan saya. saya mencari dan menunggu untuk menemukan/... [ditemukan]).

bed and pillow talk 1

"pada akhirnya, setiap kita harus berusaha jujur. tentang kejujuran itu adalah satu-satunya yang paling hakiki dimiliki semua manusia. tanpa adanya usaha untuk mewujudkan kehakikian manusia, sebenarnya kita telah mati. dan lama sebelum kita mati, kita menderita dalam tipuan, muslihat, topeng, dan yang terbesar kemunafikan." 
saya

(semalam)
seorang katolik budiman mengajak saya novena maria. saya menolak halus. kata saya "biarlah saya berdoa sendiri malam ini". padahal sejujur-jujurnya saya sudah lama sekali tidak duduk untuk berdoa apalagi sendiri berdoa. saya berdoa ketika ada yang berulangtahun, itu pun saya tak tahu saya berucap doa apa. saya berdoa ketika keluarga saya mengajak berdoa malam, atau ketika hendak pergi, atau hal-hal spesial lainnya, saya berdoa. mengucap beberapa baris permohonan dengan banyak kata 'Tuhan' di sela-selanya. saya berdoa seperti itu. oleh karena itu, ketika seorang mengajak saya berdoa novena Maria, saya harus berbohong untuk mulai jujur. saya menolak, itu kejujuran karena saya memang tidak mau berdoa novena Maria. saya bohong ketika saya utarakan alasan ingin berdoa sendiri.

(lalu kami duduk, saya baring dan ia duduk menghadap saya bertanya-tanya)
"baru kali ini ada orang menolak ketika diajak berdoa bersama"

kita, kau dan saya, berbeda. itulah mengapa saya membiarkanmu berdoa sendiri dan saya sendiri. bukan menolak. membebaskan. namun, katolik budiman ini tetap bersikeras menginterograsi saya. mungkin jiwanya yang spiritual tak mau memahami penolakan saya. mungkin jiwanya yang terlalu katolik, tersinggung. saya tak mau berdoa pada Maria.

(singkatnya...)
"kamu atheis sekarang?"

saya tergelak, guling-guling di tempat tidur karena pertanyaannya. sebenarnya saya mau bilang, kalau iya kenapa. tapi itu namanya bohong. saya percaya Tuhan dan bagi saya cerita di Alkitab masih jadi pedoman hidup. jadi kalau saya bilang atheis, selain memicu konflik dengan orang katolik budiman ini, itu juga akan memicu konflik dengan diri saya sendiri.

"tidak. hanya saja, saya punya cara sendiri untuk berdoa"
yaitu dengan tidak berdoa, tidak ke gereja, dan tidak lagi pusing soal Alkitab. ya, itu kejujurannya. kejujuran praktis. tapi dalam kepala saya, prosesnya berbeda. maka yang keluar,

"saya punya cara sendiri karena saya hidup di keluarga dengan banyak cara berdoa. ayah saya berdoa dengan berlutut, melakukan tanda salib, terpejam, dan khidmat mengikuti doa-doa di buku Gereja. ibu saya lain lagi, ia berdiri, bertepuk tangan, berteriak-teriak, membaca Alkitab keras-keras, dan terkadang sama sekali tak punya jadwal acara beribadah. jadi, saya, sebagai anak, harus pilih cara yang mana? saya pilih cara saya sendiri. tidak katolik, tidak protestan, tidak karismatik, tidak."

(dan kalau setelah perdebatan semalam, keimanan saya berkurang, maka terkutuklah otak saya yang membiarkan mulut saya berbicara indah tentang perbedaan. )

Sabtu, 09 November 2013

Maka berkirimkirim dukalah kami melewati malam
Jejak yang tak sama lagi, pelan hilang.

(Dalam gelap tak ada jalan)

Sesekali aku datang melamun dan mengadu pada rembulan
Sejauh itukah jalan yang kita tempuh hingga tak ada lagi hasrat? Ke mana perginya rindu yang selalu ada dibungkusnya rapi untukku? Oh, dimakan belalang rupanya. Pada musim kemarau, ketika daun semua meranggas.
(Karena tak ada daun, digerogotinya rindumu yang ranum)

Selasa, 29 Oktober 2013

One girl

A little girl named lisa
Sat between trees and listen to nothing. The universe try to sing a lullaby so she can rest. "O, thats ok. You dont need to try anything." She continued "Some parts of me already gone and whats left here is something that can not sleep"

A little girl named lisa
Is a very old human being inside

Jam empat pagi, bicara apa?

Aku sempat ragu, yang mana yang nyata:
Mimpiku atau tanganmu yang meraihku?
Raguku tak perlu kau jawab. Keduanya dari sumber yang satu, bermuara ke lain arah. Aku harusnya tak perlu bertanya. Biar saja ragu yang ini jadi koleksi. Seperti juga lirik yang dinyanyikan, biaf jadi lagu.

Rabu, 23 Oktober 2013

Untuk itu saya rela dicetak jadi pengkaji

Perayaan ini menanti kamu. Sebab tulisantulisanku cuma akan jadi deretan huruf dan kosong tanpa pembacanya. Kebahagiaanku ketika melahirkan mereka  tak sebanding dengan melihatmu melahirkan pendapat atas apa yang kubuat. Percayalah, tidak semua harus menulis. Memang harus ada yang pintarpintar membaca dan tekun mendengar. Sebab ketika semua orang berlomba menjadikan kata mata pencahariannya, siapa lagi yang bisa dengan ikhlas mengapresiasinya?

Selasa, 22 Oktober 2013

ibadah zamanku terutama ditujukan pada yang mati, yang tak hidup-tapi dianggap hidup, dan tak pernah hidup. maka seperti sebelumnya kubilang, aku hidup di generasi zombi. yang oleh karena nikmat begitu besar, kami diam-diam berharap mati muda. berharap dalam mati, kami temukan hidup yang sebenar-benarnya. sebesar-besarnya.


(kadang hidup dan mati dibuat berlebihan. dalam puisi dan deklamasinya, mereka diungkapkan dengan dramatis.)

Kamis, 19 September 2013

harusnya kamu tak kutunggu sambil terpejam. semesta masih cemburu dan malam, ia makin sadis, mengubah segalanya jadi tragedi. aku kelewatan kau yang menjemput. kita tak jadi bercinta. aku gigit jari, padahal tak berkuku. sisanya bau anyir masuk ke hidung dan rasa tawar di lidah.
while you are sleeping
the world turned upside down
you missed the satisfaction of being human

you lost your humanity while you sleep