Kamis, 30 September 2010

seutas tawa

cepatlah,
lari
kejar!

kejar waktu yang mendahului
jangan biarkan kau tertinggal satu langkah pun
waktu ini, hanya sekali
sebelum aku pergi
menjadi biduan murahan
menjadi pemain sandiwara paling nakal

cepatlah pulang, sebab senja segera pergi

kita rekam tawa
dalam detik
langit bergradasi
dan semesta takjub
menatap kepergiannya

(labya)

kau, sial!

detik berikutnya,
kau lewati pintu
pergi
tanpa peduli yang kau tinggal di balik punggung

detik berikutnya
aku
telah tersesat di ujung jalan
yang rasarasanya tak punya ujung
yang aku rasa, aku sungguh tersesat
detik berikutnya
aku sadar
dirimu yang menghilang dalam pintu terbuka,
lalu kembali merapat
adalah jalan
di balik punggungku
adalah seutas
di ujung jalan ini.
SIAL!

satu gelas tawa

kubayarkan rasa lelah dengan segelas penuh kemabukan tawa,
biar saja larut segala penat di dalamnya
mengental atau menjadi buih, apa peduliku
aku ingin mabuk saja dalam bahagia yang mempesona
melupakan kesakitan tulang dan sendi

kubayarkan,sobat
sebutkan nominalnya
mari kita mabuk dalam segelas penuh tawa
keriangan menyembuhkan lelah yang merong-rong
dan
aku ingin tidur dalam kemabukan yang panjang

Minggu, 26 September 2010

Hey,Tet

sepotong rindu
bawakan aku lagu yang mengalun keras
mengganti sepi yang terlalu lama bertandang
bawakan aku tarian
yang mengalihkan sepi di antara malam yang berkilauan
sepotong rindu
hantar aku pada masa dimana massa meramaikan hati
biarkan aku syukuri yang kulewatkan dengan cepat tanpa menyadari esensinya
sepotong rindu
katakan pada seorang sahabat yang berdiam di seberang samudera,

And any time you feel the pain, Hey Tet, refrain
Don't carry the world upon your shoulders
For well you know that it's a fool who plays it cool
By making his world a little colder
(Hey,Jude-the Beatles)
kau akan baik saja di sana, best
sebab hidup ada dimanapun kau berada. dan teman yang baik, teman yang baik adalah senyawa yang bergantung di langit tempat kau hidup.

Sabtu, 25 September 2010

berpura-puralah dan lupakan yang nyata

manusia pandai berpura-pura
mereka berpura-pura untuk berpura-pura
menutupi pura-pura yang lain
dengan kelakukan pura-pura itu

LABYA
sepanjang nafas memeluknya,
hidup berpura-pura
untuk berpura-pura
bahagianya pura-pura
sedihnya pura-pura
mabuknya pura-pura
asapnya pura-pura
liarnya pura-pura
cintanya pura-pura

tapi Labya tidak bisa berpura-pura saat hatinya ingin merindu bluesman,
yang ditemuinya setiap malam di bar pinggir kota
Labya tidak bisa pura-pura lari,
saat hati dan mata sama-sama ingin menatap bluesman
tidak bisa juga pura-pura lupa bagaimana suara itu pernah menariknya begitu dalam pada intismasi dengan bluesman
ah pura-pura

tapi karena Labya manusia,
ia bisa berpura-pura bahagia
ia bisa berpura-pura merindu hal lain


saat suara kecil yang berbisik,
"aku ingin kau malam ini, bluesman"

Jumat, 24 September 2010


jika diminta menunda,
mungkinkah angin akan berhenti di utara?
jika diminta berhenti,
bisakah waktu kemudia menahan lajunya?
jika kuminta pada Tuhan,
putarlah waktu kembali,
waktu tangisan kami adalah surga
waktu tawa kami terasa kekal
bisakah itu?

lalu angin yang berhenti di utara berbisik,
tangis bisa dihayati sebagai bahagia
karena tangis telah jadi lampau
dan kamu menang atas tangis.
tawa bisa dirasa kekal sampai saat ini,
karena kau telah sampai pada hari ini
dan masih ada tawa di atas wajah.

jadi jika waktu diputar kembali,
kenangan ini belum tentu seindah sekarang




-kukatakan pada galaksi,berotasilah. jangan pusing untuk memutar balik.kini aku tahu, bahwa kenangan adalah karunia untuk hari ini atas masa lampau-

Minggu, 19 September 2010

aroma muda yang kekal


jika airmata bisa bercerita tentang betapa inginnya saya tetap di sini,maka berceritalah. sebab kata-kata terasa terlalu biasa untuk menahan langkah kalian dari tempat ini. haruskah beranjak? haruskah berubah? bukankah kita suka pada tempat dimana kita tanam tawa dan sorak sorai? tempat yang meluluhkan segala benci jadi suka dan segala duka menjadi bahagia?
tolong katakan pada matahari yang nampaknya enggan meninggalkan kita, tetaplah bersinar. jadilah senja yang kekal bagi kita. biarkan malam yang dingin merenggut nanti, ketika kami siap.
bagaikan sebuah kertas kita telah menjadi warna warni yang hidup di dalamnya. kita tak terhapuskan bahkan oleh air yang menghancurkan kertas itu. sekalipun hancur, kertas itu tetap berwarna. kita tetap ada.
jika dan hanya jika boleh, biarkan saya sulam sebuah tali yang mendekatkan langkah kita kemana pun akhirnya kita berjalan untuk berpisah. sebab tawa ini belum mengering dari sukanya. air yang jatuh di pelupuk belum bisa meninggalkan wajah ini. bagaimana mungkin sebuah tangan sanggup melambai dan berpisah 20 jam jauhnya?
jadi lebih dari segalanya,tolong, biarkan sekali lagi hidup berwarna ini hinggap pada saya. ingin saya hirup aromanya yang menghidupkan,aroma muda yang kekal!

Kamis, 09 September 2010

revisi

saya temukan kotoran di wajah yang selama ini dielu-elukan? kotoran yang takkan tersapu. jadi sekarang orang yang melihat, akan mencibir. mereka akan kembali berani melihat ke cermin lantas membandingkan dengan wajah ini. mereka pasti temukan beda dan dengan kotoran di wajah jelas saya bukan tandingan mereka. sungguh merana


seperti halnya diri sendiri, setiap hari saya temukan satu kekurangan dalam diri saya. kelebihan yang selama ini jadi tumpuan kepercayaan diri, tenyata bukan apa-apa. cuma sederajat dengan kotoran jika dibandingkan dengan mereka-mereka yang telah enyam seribu kali perbendaharaan ilmu. tapi namanya juga manusia, tinggalnya saja di bawah kolong langit (suda kolong, di bawah pula). mereka tidak akan bisa jadi yang paling, selalu ada langit di atas kepala. dan itu menjadikan kaki mereka tetap berpijak ke tanah.
manusia jatuh karena keinginan mereka melampui langit. langit tak bisa dilampui. ada kekuatan lebih luar biasa di atas langit, kekuatan yang kita sebut supranatural. jadi, saya terima segala cacat pada tubuh ini sebagai cambuk menjadikannya lebih baik. walaupun besok saya tidak tahu apakah kotoran ini masih jadi kotoran di wajah atau telah jadi bedak penghiasnya. saya serahkan pada waktu. dan sambil menanti saya mau terbang di langit

suatu malam yang semarak

malam makin tinggi tergantung di angkasa,
gemuruh bunyi warna warni suka terdengar di seantero kompleks ini
musik dari irama manusia-manusia yang bersujud dan berseru tinggi-tinggi pada Khalik,
menambah semarak satu malam penutup perjuangan mereka

malam makin larut dengan gelapnya,
sementara bocah dengan gembira meledakkan kegembiraannya
esensi sudah tak lagi berharga,manakala sanak saudara datang memeluk rindu
ah, ini mungkin hari kemenangan bagi mereka yang berjuang bagi mereka yang ikut serta merasakannya

malam makin erat membungkus kita semua,
dengan rasa haru dan rindu dan fitri
selamat bagi mereka semua yang telah menyelesaikan bulan baik dalam setahun yang baru

*idul fitri

Senin, 06 September 2010

soldier on

aku menangkap prasangka kau akan pergi,
saat hujan yang tiba-tiba itu tak berkesudahan turun
aku tahu rencanamu untuk bergegas
sebab kau kemas semua barangmu dalam satu koper
dan kau angkat topi coklat pemberianku
meletakannya di atas kepala, yang biasa bersandar pada pundakaku
aku rasakan hitam menggelayut di hati,
saat aku saksikan kau bersiap di hadapanku
menatapku tanpa kata
hanya diam yang menyerupai lambaian perpisahan

aku menangkap prasangka kau akan pergi,lantas tak kembali
saat pelukan yang kau sampirkan di tubuhku menghantar hangat yang dahulu jadi milik kita berdua
aku tahu kau takkan kembali,sebab di balik jaket hitammu seragam itu menggantung
hanya doa dan harapan yang bisa kusimpan
doa dan harapan,
kemarin datang kembali

aku melepasmu bersama sejuta prasangka
dan rindu yang kugantung di langit

Minggu, 05 September 2010

siapa saya?

ternyata saya hanyalah sehelai rambut yang jatuh di tumpukan padang ilalang yang menguning dan subur. tidak berarti.

seperti halnya ujung rambut yang patah dan menjadi lemah, saya ketakutan manakala padang ilalang adalah rumah baru tempat saya harus hidup. mengingat kepala yang menjadi sumber hidup di masa lampau, kini harus berhadapan dengan satuan warna hijau yang subur. sulit meyakinkan diri bahwa ini adalah rumah (baru)...
dalam kesepian menjadi berbeda, dan dalam rindu kepada anak rambut lainnya. teriakan yang menyayat tak kunjung merekatkan luka yang menganga. sebilah doa yang kutanam di atas tanah padang ilalang ini, tak juga kuat menggemburi lahan untuk aku berbaring.

kemudian matahari datang dan pergi, senjaku muncul dan terbenam. malam-malam pekat bergantian menjaga selimut langit... di hari yang kesekian ratus,saya dapati bayangan diri yang terpantul di tubuh embun. siapa saya? masihkah saya sehelai rambut yang lepas dari kulit kepala itu? atau...inilah saya sekarang, sebatang ilalang yang tengah menguning warnanya?

siapa saya sekarang? siapa saya kemarin?

Sabtu, 04 September 2010

pada siapa serbuk kayu merindu

serbuk kayu yang berhamburan
menepi di pinggiran jendela
meniti di antara jalan panjang kunci dan kenop
ia menyapa setiap pijakan yang dihampirinya
dan mencium mesra angin yang meniupkannya

serbuk kayu,
kau peluk udara
dan kau sentuh langit-langit
bagimu tiada atas dan bawah
tiada tempat yang tak mampu kau singgahi

serbuk kayu tanpa kata layu,
kapankah kau jumpa pada akhiran?
akankah selalu hidup berlalu dengan angin yang meniup lalu

...

Kamis, 02 September 2010

rasa lelah yang membungkus rapat

rasa lelah yang membungkus tulang dengan amarah
menimbulkan gersang di dalam rumah
memisahkan ranjang di antara kekasih
memaksa anak berlari menjauh

rasa lelah yang makin sering mendera
menyadarkan aku betapa waktu kubuang dengan sia sia
hanya untuk mendapat tawa dan mabuk belaka
betapa lelah telah meracuni jiwa
dan karenanya kami terbentur tanpa jawabNya

seperti puisi yang telah ada lama sebelum aku berbicara
aku ingin bisa menggapai tanpa perlu merasa sakit
aku ingin bisa pulang ke rumah dimana kutemukan kesembuhan

Rabu, 01 September 2010

sandiwara kecil-kecil

ada di atas meja sebuah kue
lengkap dengan lilin dan pisau untuk memotongnya kecil-kecil
sudah nyala lilin itu
empat dan lima jumlahnya
diam tegak menanti ditiup
sambil sesekali berkibar berharap segera padam

satu dua buah senyum dipasang di dinding
diam-diam memperhatikan
dua buah senyum mulai mereda
dan satu berubah jadi tangis
dinding terpaku meminta untuk tidak melihat
sebab drama kecil-kecil terlalu pilu


sekali lagi lilin
sekali lagi pisau
sekali lagi kue,
yang mulai mencair di atas meja kaca
sekali lagi
pisau menyembelih dinding yang ikut-ikut menangis
lilin pergi menghilang bersama malam
dan ruangan itu hanya tinggal kosong
dan suara menyayat dari senyum yang berduka ditinggal pergi dinding


(kue menjadi genangan di atas lantai yang memantulkan lakon-lakon bisu sandiwara kecil-kecil?)