Selasa, 31 Maret 2009

kabarilah aku

kabarilah aku
barang sepatah kata
bahwa kau masih mencintaiku
tulis saja di atas udara
biar angin yang bawa padaku
selamat malam,tidurlah di sana aku di sini
sendiri sayang

ayah dengar ini...

semua orang sudah lupa caranya menjadi baik hati
dengan tersenyum
mereka melilit
dengan menyapa
mereka menua
dengan tertawa
mereka menderita parkinson
dengan melambai
mereka merasakan vertigo tak berkesudahan
dengan mengulurkan tangan
mereka tersengat strooke
begitu sulitkah kita untuk berbaik hati
bertindak bajik
tanpa muluk-muluk menjadi malaikat
hanya tersenyum
mungkin menyapa
mungkin berbincang dan tertawa bersama
menawarkan bantuan jika diperlukan
lalu melambai saat hendak berpisah
sebegitu tinggikah harga yang kita punya
hingga menjadi lebih rendah hati
terasa menyiksa tubuh?
entahlah
mungkin memang rotasi bumi telah berbalik
kunci sorga sudah terlempar
dan kini gencar-gencarnya iblis intervensi
tapi jika kita mau
harga sebuah senyuman hanyalah kurang dari seperdetik
dan lamabaian takkan mengeluarkan setengah kalori
lalu mengapa sulit
mengapa berat
jika menjadi baik hati begitu sulit
pantaskah kita bermimpi dunia yang lebih baik

sore ini aku mengadu pada ayah...

how do you feel

above the sky
under the sand in east coast
how far will you run away and hide
feeling
will find your shelter
no matter how high above
or low below
feeling
will chasing you all day long
you couldn't cover your body with huge dark blanket
or closed all the windows
feeling
will catch you
and bring you back home
it is not about how you get away from a feeling
but how you take over your feeling
and control it
and denied it

will set you free

kursi betina - achiles and the tortoise

sebuah kursi tua takkan pernah jenuh menanti orang datang mendudukinya. ia takkan pergi dan beranjak kemanapun, walalu di tengan keramaian ia tak tersapa, tak tersentuh. biar waktu pergi meninggalkan ia sendiri, ia takkan merubah fungsinya sebagai sebuah kursi.
haruskah kita wanita belajar dari sebuah kursi?
atau pria yang seharunya dapat lebih bersabar dan setia seperti sebuah kursi?

sebuah film saya nikmati sore ini. bukan jenis kesukaan saya. namun menarik. seorang teman saya datang dan menginap di rumah saya, lalu menawarkan film absurd ini. ide cerita ini adalah soal mimpi seorang anak yang dengan sialnya terobsesi menjadi seorang pelukis. mengapa sial? karena saat disadari adanya sebuah bakat melukis, maka cerita panjang dan menderitanya dimulai pula. pertama-tama ia harus menerima kenyataan bahwa ia bukan seorang anak orang kaya lagi. kedua ia harus bertahan hidup sebatang kara di panti asuhan. ketiga ia harus mengejar mimpi menjadi seorang pelukis. yang saya sungguh heran adalah kenyataan bahwa seumur hidup anak ini (Dari kecil hingga tengah baya) ia benar-benar tak pernah menunjukan emosi pada wajahnya. untuk informasi anak ini adalah pria.
untuk masalah lukisan saya cukup menikmati karya-karya dia sebenarnya. namun yang membuat saya miris adalah bukan bagaimana dia berjuang menjadi seorang pelukis, justru yang membuat saya miris adalah bagaimana ia mempergunakan istrinya untuk mengejar mimpinya. dan anak gadisnya. karena kesulitannya memasarkan hasil lukisannya ia memaksa (secara tidak langsung) istrinya untuk bekerja. dan pada malam harinya istrinya harus membantunya menciptakan karya-karya revolusioner yang diterima di pasaran. lalu karena mereka berdua begitu bersemangat dan berkonsentrasi pada lukisan, anak gadis mereka terpaksa hidup dari prostitusi.
satu scene yang terpaksa menyalahkan mimpi2 pria ajaib ini,
saat ia bertemu dengan putrinya (setelah si putri itu keluar dari rumah karena tidak tahan) hanya untuk meminta uang membeli cat
lalu
saat istrinya bertanya ketika mereka berdua sedang mengerjakan sbuah lukisan
istri : siang aku harus bekerja, malam kau paksa aku temani kau melukis. kapan aku tidur?
suami : lupakan itu...
dan
sebuah adegan dimana
putri mereka terbujur kaku di ruang jenazah, si ibu menangis dan pria ini dengan kejeniusan tingkat insane melukis dengan lipstik wajah putri mereka lalu menjiplaknya ke atas selembar sapu tangannya. dan kemudia istrinya berlari meninggalkannya sambil memaki "insane"

setelah kita semua sama-sama menyaksikan apa yang saya utarakan mungkin anda akan menyadari betapa miripnya wanita dengan sebuah kursi tua yang setia pada tempatnya, kapanpun dimanapun bagaimanapun.
ironisnya, sampai detik terakhir segala kegilaan pria ini sang istrilah yang kemudian mengangkatnya dari keadaan tersampahnya dan memanggilnya pulang ke rumah. yang saya tidak tahu pasti apakah rumah yang dimaksud.
jadi adilkah kami diberlakukan sebagai sebuah objek? yang dinilai dari sebuah nilai dan tolak ukur estetika. dirawat dan dicintai sesuai keindahannya. dan dieksploitasi fungsinya.
kalau benar kami boleh berbangga karena dengan sedikit kesabaran kamilah yang bertahan sampai akhir dan kamilah yang menuntukan kapan kami keluar dari permainan ini atau tidak. jadi setujukah kalian dengan saya, bahwa kita subjek bukan objek. kita tidak butuh adjektif dari pria dan pengakuan dari mereka.

Minggu, 29 Maret 2009

for you who sing my heart

Suara yang menggema jauh di hadapanku itu. Menyita sedikit dari perhatianku pada keramaian. Kau di sana, di bawah sorotan lampu. Berkata-kata dalam irama, menggerakan tubuh mengikuti hentakan dan dentuman musik. Melantunkan kata-kata indah yang berirama. Aku di sini, duduk di kursi yang persis berhadapan denganmu. Memandangmu, seperti yang lain padamu. Mengagumimu, tanpa harus kau tahu aku melakukannya. Karena kaulah bintang di panggung malam itu, dan bintang memang layak dipuja...

Teman-temanku ramai tertawa dan berbincang tentang hari ini. Mengejek satu dengan yang lain, lalu menertawakannya. Aku ikut pula bersuka malam itu. Walau fokusku lebih banyak tersita oleh kata-kata dan irama darimu. Tanganku mengetuk-ngetuk meja kayu tempat kami meletakan gelas-gelas bir, asbak dan rokok yang mengepul. Aku khawatir, kau akan segera berakhir. Seiring malam yang makin tinggi naik ke angkasa. Aku masih bersedia mendengarkanmu barang satu atau dua jam lagi, akankah? Tapi aku makin merasakan malam kini telah pudar. Tak layak lagi disebut sebuah malam, namun pagi buta. Kupesan satu cangkir kopi murni tanpa embel-embel yang memuakan. Aku ingin tetap terjaga, tetap sigap mendengarkan lagu-lagumu. Satu cangkir kopi hitam panas yang mengepulkan asap dan menyorong aroma rumah yang nikmat. Salah seorang kawanku berkelakar soal kopiku ini.

“nah, memang begitu itu orang gila. Di kedai dia pesan sebuah tequila dengan es batu. Di bar dia pesan kopi panas pakai cangkir pula.”

Yang lain tertawa menanggapinya. Aku juga. Memang, memang aku gila. Pertama karena aku menghabiskan malam sambil menyaksikan pria yang tidak kukenal menyanyikan lagu cinta yang kusuka, padahal tanganku digenggam oleh seorang yang berstatus kekasihku. Kedua, karena aku pergi ke bar padahal aku tak menyukai minuman alkohol jenis apapun karena rasa mereka yang memutar kepalaku. Dan terakhri kopi yang kupesan ini, kuperuntukan bagi dia. Selingkuhan bayanganku. Padahal ada seorang yang sedari tadi menungguiku dan siap menghantarku kembali ke tempat tidur jika aku mengantuk. Jadi tak salah kelakar temanku itu. Aku memang gila, pergi ke bar bukan menikmati bir, tapi dia.

Lama setelah itu, kelakar lain masih ditelurkan. Kadang kami berbicara dalam nada rendah dan serius. Tapi tak kan bertahan lama, sebab kekasihku dan sahabtnya tak menyukai perbincangan serius di keramaian yang gemerlap ini. Jadi kami akan berhenti dan kembali tertawat-tawa dalam mulut yang menganga lebar-lebar. Keterlaluan.

“sebuah lagu terakhir dari kami malam ini... sebuah lagu dari saya untuk anda semua penikmat cinta.”

Suaranya yang menyeret hatiku pada kekaguman yang berlebihan ini menghentikan tawa kami malam ini. Kami sudahi dulu segala senda gurau tanpa nilai. Karena irama yang dipetik sang maestro memnyihir kami dalamnya. Semua terpana. Bar dan isinya yang mulai berkurang drastis dari jam-jam sibuknya tadi, berubah syahdu dalam melodi yang lambat dan menetramkan.

Kekasih-kekasih saling berpegangan. Kadang mereka merangkulkan tangan dan mengikuti suasana romantis yang diciptakan lagu itu. Kekasihku memegang pinggangku dan meletakannya di dadanya. Ia menyapukan bibirnya pada rambutku, dan mengajakku bergerak mengikuti nada-nada yang bernyanyi. Beberapa turun ke depan dan berdansa. Lembut mengikuti alur. Walau dengan setengah sadar karena bir dan kemabukan lain. Kekasihku menarik tanganku pula, dan menaruhkan kami di atas lantai kayu yang berderit tiap kali kami bergerak. Pelan dan lembut, ia menggoyangkan tubuhnya, dan tubuhku mengikuti. Namun kepalaku tidak jatuh pada bahunya, seperti yang biasa terjadi pada pasangan kekasih lain dalam sebuah dansa. Kepalaku tegak berdiri dan menyaksikan pria di bawah sinar itu memejamkan mata, menghayati tiap kata yang dinyanyikannya. Aku terbawa, pada mimiknya yang luruh dalam gemuruh emosi pada lagu yang mendayu itu.

“i’ll sing you name in a blank sheet. But you were there, with somebody else, i love you...”


Betapa getir nyanyiannya. Saat mata kami berpandangan pada lirik itu. Dan aku mengikuti bola matanya yang hitam memandangiku halus. Melucuti perasaanku padanya yang ditutupi dalam tawa tadi. Ia seolah berdiri dan mengambil alih dansaku malam ini. Ia berhenti bernyanyi di atas panggung, gantinya ia berdiri di hadapanku, berdansa dan menyanyikan lagu dalam bisikan halus di telingaku. Aku tersipu.

“but now, i face the beauty that i kept all along this night. Cause you’re the only lyrics that i want to sing... my queen of the heart”


Seolah ia memecahkan kaca tebal yang merintangi tiap rasa yang berusaha menembus hatiku. Dan ia masuk ke dalam. Menduduki hatiku yang ternyata sepi dan merana. Menghangatkannya dengan belai mesra kata-katanya yang bermelodi. Sepi sudah hilang, karena bisiknya menemani. Kepalaku tak perlu lagi berjaga, kini terkulai lemah di bahumu yang tegap. Maafkan aku kekasihku, aku tahu kau memiliki statusku. Tapi malam ini,seorang penyanyi menyanyikan cinta yang tak pernah kau tawarkan. Cinta yang didamba, yang melarutkan pedih. Maafkan aku, karena kepalaku tak tunduk padamu. Tapi padanya. Maafkan aku karena kopi yang dihidangkan bukan untuk menjaga mataku buatmu, tapi buatnya. Maafkan aku, karena selama ini, tiap malam aku mau pergi ke bar yang tak kusukai ini karena dia di sana, bukan karena kau di sisiku. Jadi maafkan aku karena ternyata aku jatuh cinta. Benar-benar jatuh cinta, bukan hanya sekedar ingin. Tapi aku membutuhkannya.
Dan untukmu pecintaku, yang kucintai, penyanyi hatiku... songsonglah aku dalam iramamu. Menarilah kita di sini, sampai matahari menyelimuti kita dalam hari yang baru. Aku dan kamu, penyanyi kata-kata...

“the song must be ended now, but my faith in you it’s like the sun in the morning. So baby, I love you like every morning in every year we had, new and forever.
For you, who heard my heart...”

Sabtu, 28 Maret 2009

tunggu sia sia

aku menunggu
saat yang ditunggu tiba
aku kehilangan akal untuk menyambut
jadi kulepas tubuh
dan meninggalkan yang kutunggu
sia sia
cerita dari balik jubah

Jumat, 27 Maret 2009

iritasi or pelarian

some say to me :
"its time to move"
and i reply soon
"how, and where should i go"
you didnt say any words
being as silence as wind
left me with huge question mark stamped on my head

how can it be
if heart had been taken
away
from where it should be
so how
run and catch my heart
or move on
to somebody else hand

i dont want to be killed
by the truth anymore
its just
so damn hurt as my soul scream for healing

please somebody tell me
should i chasing my heart
or move on
take it
its so bloody irritated

lakon seribu abjad

bagaimana lakon ini
dimainkan dengan baik sekali bukan
tertawa
padahal teriris
sedikit bicara
padahal ingin berteriak teriak
bukan ini bukan lakon yang simpatik
bukan juga untuk dikasihi
tapi memang lakon ini tercipta untuk di caci
ditolak dengan segala idealismenya
karena berbeda
karena tak mau sama
tapi sungguh bukan ini lakon yang keji
yang hatinya membusuk seperti makian makian brutal
bukan,
ini cuma lakon yang berbeda
mungkin menentang alur
mungkin disebut antagonis
tapi benarkah antagonis selalu jahat?
yang menentang alur selalu buruk?
bagaimana dengan lakon yang kumainkan'
ada pada posisi apa aku

seorang wanita berseru keras di balik bahuku

ingat akan waktu itu tiba
hendaknya yang tahu menahu
jadi lebih bijak dan bajik bertindak
hendaknya hatimu luruh dalam alur ini
dan berhenti memutar haluan

aku hanya diam
sebab aku lupa cara menjawabnya
sebab aku memaafkan segala ketidaktahuaannya atas aku
lakonku ini, kataku dalam hati...
adalah lakon sejuta kata
sejuta huruf
yang tidak dapat diselami oleh pandangan
atau sekedar kerak saja
lakonku harus kau kenakan
biarkan melekat
lalu nilailah
buruk?
baik ?
atau aku hanya memainkan lakon yang terus terang di kegelapan?!
setidaknya aku tidak naif

kasihan

orang orang hanya begitu sibuk menilai
duduk diam
mencatat kebaikan
mencatatkan sebuah bopeng dari yang lain
lalu mereka pergi dan mencampurkan tangan
mengeruhkan masalah
memurukan diri
lalu mencuci tangan di dalam darah
pura-pura tidak pernah tahu
tidak pernah datang
yang ditinggal
ya hanya bisa mengais-ais belas kasih

Kamis, 26 Maret 2009

sebuah rencana

aku tidak mencari sebuah nama, aku mencari sebuah pribadi
aku bukan merindukan sebuah wajah, aku merindu sebuah perbincangan
bukan sebuah perbincangan yang melulu kosong
sebuah uluran dan jawaban yang bermakna, menyentuh walau lembut bagai bulu
diirngi langkah tawa yang ceria dengan warna-warnanya
ingin bersanding di bawah pohon pada taman sekolah itu, boleh juga dengan sedikit canda di atas skuter
tapi bagaimana bisa?
haruskah aku pergi dengan lokomotif tua menjemputmu lalu kita bercinta
atau harus kuundurkan saja diri dari perasaan yaang baru saja dikandung
sebenarnya sebuah pesan singkat bisa saja kusapakan padamu
isinya :
"halo, selamat pagi"

kopi malam trip

sesungguhnya aku tak punya ide
bagaimana bisa aku begitu menyukai saat-saat itu
berhadap-hadapan
namun tak memandang
sungguh aku seringkali tertawa dalam hati
karena saat aku mencari satu buah saja motif
aku tak mampu merangkumkannya
seolah segala kata-kata tersedot habis pada momentum ini
adakah abjad tersisa pada kepalaku
adakah idealis cinta dalam hati
mengapa ia begitu berbeda di mata
atau memang bagiku semua sama
selalu berbeda pada kunjungan pertama
ijinkan aku
untuk pertemuan kita yang lain
memandang lekat kau
berbincang
dan membuat tawa...
ya pada waktu-waktu yang lain

Senin, 23 Maret 2009

seperti kemarin,
maka hari ini aku akan bangun dan berangkat
berharap aku temukan jalan pulang
ke rumah
bukan pada sebuah bangunan
sebuah rumah...

mendambakan adalah ciri ciri kematian

merajut dari berkas sinar pada lilin yang hampir habis sumbunya,
kemudian diwarnai dengan ledakan warna warni daun daun
duduk dan bersembunyi di kolong meja dapur
berlarian menuruni tangga yang berkarpet prusia
atau mencium aroma pepermint yang samar-samar meresap di kain gordyn
adalah sepenggal dari kegembiraan yang tak pernah mampu terganti
di hari ini atau esok
bagaimana rasa mencicipi semangkuk penuh keju kue apel
dan tenggakan malu-malu pada segelas brandy yang memanggang daging ayam gemuk di malam natal
aku takkan lupa
betapa sukacita terbakar jadi hanyut dalam ruang sempit
hangat dan menguap jadi oksigen di sana
ahh aroma dan suhu
merebak merangsang inderaku yang menderita akibat waktu
yang menua sebelum tiba usia
kelelahan-kelelahan menimbulkan fatamorgana kebahagian hari kemarin
seolah baru saja terjadi
dan tersimpan dalam saku celana
rapat dan erat

hembusan nafasku melambat
karena jantung berhenti memompanya
sampai hari nanti kebahgian ini kembali
bangunkan aku
karena istirahatku akan panjang
dan tenang

moderasia-sia atau diam

kubiarkan mereka berlarian di balik pundakku
dan kutahan beban berat yang memasung leherku
aku takkan menengok
pada wilayah yang bukan milikku
bukan karena tak mau malu
namun karena aku tahu itu bukan punyakku
kubiarkan mereka tertawa di hadapanku
yang menangis sampai tersedu sedan
kubiarkan
karena kegembiraan adalah hadiah atas hak individu
dan tangisku adalah kewajibanku meramaikan dunia
ini hari yang kusediakan untuk mengalah
aku dibantah,
aku kelu
aku difitnah
lagi-lagi kelu
mereka teriakan namaku atas kepalsuan kisah
aku diam
dan terlalau banyak diam
sehingga kepala berkahir di tali gantung
apa kita sungguh harus diam saat mereka menginjak punggung, tertawa atas tangis dan menyerahkan tubuh kita atas dosa?
apa sungguh diam membawa kebaikan dan bukan kesalahan?
lalu untuk apa che guevara berteriak atas nama kemenangan yang abadi,
jika diam lebih membahagiakan
jawabnya:
karena hidup butuh revolusi
dan revolusi selalu diwujudkan verbal
dan verbal berkaitan erat dengan bibir
bibir selalu berkata-kata
maka besok
aku janji kawan besok
bibirku akan terbuka dan sebelum tubuh membusuk di pembantaian
akan kubebaskan jiwamu yang kelu itu di sana
dengan sebuah perkataan atas kepalsuan
TIDAK
dan cukup (jika perlu)

filosofi matahari

seperti menengadahkan semangkuk yang polos pada matahari
berusaha menangkap sinarnya
dan menutup dengan jari jemari yang berlubang di tiap celahnya
mungkin seperti itulah mimpi yang kukejar
mustahil
namun kemustahilan tidak pernah berarti kesia-siaan.
asalkan kita tahu wadah apa yang harus kita gunakan untuk menangkap sinar matahari
maka dengan tersenyum bangga kita akan mendapatkannya
mimpi
adalah sinar matahari yang bersinar di saat kita bangun dari tidur
adalah sebuah harapan baru di hari yang lain
adalah semangat dimana kita harus terus bangkit walau jatuh sampai tak tertahankan sakitnya
adalah tempat dimana kita berlari untuk
dan mimpi adalah segalanya
jadi dengan apa kita menangkap sinar matahari?
dengan itulah kita menangkap mimpi kita
bisikku : kerja keras dan kecerdikan adalah jalan bukan jawaban

Minggu, 22 Maret 2009

musuh

kau lagi-lagi itu kau
yang berjalan berderap-derap di lorong panjang gelap yang tak berujung
kau ah kau juga lagi
yang diam-diam mematung memperhatikan dengan mata menusuk
coba ubah dulu air mukamu yang masam-masam bau ketiak itu
jujur saja aku muak mencium aroma wajahmu yang begitu selalu
kau tak lelah dibenci?
tak lelah dihujat?
pasti kau kuyuh karena layu
berilah perona sukacita pada pipimu
dan biarkan mata yang memandang balik padamu
tersenyum
bukan tertawa pahit

Jumat, 13 Maret 2009

hujat menghujat

aku menghujat setiap permaianan di balik punggung.
kenapa tak tampakan wajah dan tunjukkan kenyataan.
biarkan orang lihat warna apa yang tercoreng di atas wajah
coba angkat tangan dan biarkan orang membaui tahik pada ketiakmu
dan jangan tutup mata jika ada yang melempar kebenaran di sana
jangan berteriak dan menunjuk kambing untuk di hitamkan
hei, kambing bisa bicara
"mbee mbe mbeeeeee" (eh monyong lo kali, kenapa gue)
jangan salahkan hati
kalau napsu tak mampu dikendalikan
ayolah
bersembunyi saja orang tak bisa lihat kau
kalau memang pejantan kenapa tak buktikan si "jantan"
coba-coba pikir bagaimana cara menghargai cinta
ya?
sekali merusak
selamanya kehilangan
ada satu kesempatan yang dilewatkan
lalu tiba pengampunan
tapi siapa yang tahu
kalau kau lewatkan pengampunan
maka datang kematian
dan selamanya mati kaku
kaku seperti kutu yang terhimpit gunung?
mungkin saja
aduh maafkan aroganismeku menyebut watakmu
wahai kalian pemain lakon di panggung bayangan
tolong singkirkan cemburu dan sentifitas
mari hadapi kenyataan bahwa :
tubuh kalian terbuat dari serbuk airmata orang yang mengasihi kalian
jadi jika mereka berhenti menangis untukmu maka sungguh
tubuhmu hilang bersama angin
aku janji itu

Rabu, 11 Maret 2009

sepekan bersama

aku berpikir,
bagaimana rasanya menghabiskan sepekan lagi bersamamu?
dan aku temukan jawabannya,
itulah mengapa minggu ini kunamakan
cinta

kotak dan memori

hari ini,
di tanggal ini. sekali lagi kuambil kotak itu. kuletakan di pangkuanku. belum kubuka, hanya kuperhatikan, kupandangi kulitnya. kuraba permukaannya yang keras seperti kayu. berserat dan hangat. kotak itu berdebu, sedikit usang karena tak pernah lagi kubuka. jujur sayang, aku tak mampu membukanya. dan tanganku bergetar saat mengusapnya. ada keraguan di dalamnya, karena aku tahu kau mungkin tak lagi di sana.
tiba-tiba kau muncul,menyapaku dari balik tubuhmu yang berpeluh. kau terlihat... lelah, namun bahagia. kau tarik tanganku dan kita menari sayang di atas lapangan bergambar, tahtamu. bola-bola melayang ke atas dan bawah, membentuk gugusan menara dari udara. kita di sana, kau dan aku berpindah tempat jadi ratu dan raja. kita kuasai lapangan seperti tak ada musuh yang sanggup merebut. karena kau menjagaku rapat di balik lenganmu yang berkuasa. tubuh yang tegap dan liat jadi sandaran saat lelah kita. rapat di bawah pohon berdaun rindang. menghabiskan sore sampai akhirnya kita kembali, ke tempat kita bermula.
aku menutup kotak itu
menyadari kalau semua hanya bayangan yang kusisihkan dan kusimpan di dalamnya
aku tak mau menghabiskan memori itu sekarang
karena aku menikmati saat-saat itu
masa dimana cinta yang bodoh tak mengenal adanya kejenuhan
yang ada hanya kita
m : kamu mau aku kasih apa?
e : kenapa?
m : kan kamu ulangtahun
e : ga ada , apa ya?
m : hahaha aku kasih ini mau ya

kamu membisikannya. dan aku malu-malu menjawab,
e : tidak ah

sekarang kalau pada saatnya nanti kamu mau pulang, akan kuberitahu jawabanku hari ini

Selasa, 10 Maret 2009

hadiah

selintas kabar duka yang menimpamu sampai padaku pagi ini, dan aku kembali memimpikanmu
kau datang.
menatap dari kejauhan,
sesekali melempar senyuman,
aku menghindar saja
kau berjalan menuju mataku
berbicara dengan suara nafasmu yang hangat

itu terasa di telapakku
aku menengadah
dan bibir itu menyentuh selaput pada wajahku'
seperti tabir yang kau buka
maka bersinarlah kembali hatiku
kita bersuka
tertawa
berkasihkasih
....
lalu pagi datang dan ketukan pada pintu kamarku menghantar aku kembali pada dunia aku berpijak. aku selalu bermimpi, tiap kali namamu mampir di telingaku, atau selintas wajahmu kunikmati dari balik kelopakku. tiap kali bintang menyelimutiku, Langit menghadiahiku mimpi indah tentang dirimu. karena aku tahu, waktu kita menari adalah pada tidurku. maaf kalau aku mencintaimu selalu dan tanpa lelah menikmatinya. maaf, tapi aku tahu batas. adakah rasa ini menggangu? kurasa tidak. sebab yang kau tahu, aku sudah pergi....