Minggu, 30 November 2008

surat di atas meja

Surat untuk dia

Sore ini aku terbangun . di tengah hujan deras di langit sore. Hujan memanggil-manggil namaku. Dan aku memandang ke sana, mencari ke mana-mana. Tapi dia tidak ada. Lalu kulangkahkan kakiku untuk mulai menemukannya.

Anak tangga berbunyi tiap kali aku melangkah, menuruninya. Lantai yang tersapu bersih, menampakkan bayangan wajahku yang suram menghiasi pemandanganku. Kosong. Tak ada siapapun, tak ada yang bergerak. Semua diam menatap balik padaku tanpa perasaan.

Memanggl-manggil namamu aku dalam kesunyian, tapi hanya sepi yang memantul balik ke arahku. Aku kantongi sepi, tapi suasana tak berubah. Jadi kulepaskan lagi sepi.

Di luar angin menderu-deru. Langit yang harusnya berseri kemerahan, pucat kelabu seperti kehabisan nyawa. Petir dan gelegarnya saling memanggil-manggil di balik awan hitam, dan aku berdiri di balik jendela besar yang membatasi aku dan langit.

Kau tidak ada dimana pun. Dan hatiku makin gelisah. Benarlah kata orang kita akan selalu merindukan tempat dimana dulu kita hidup dan bergantung. Tempat yang kita diami dulu saat tubuhku belum mampu bergerak, sendi dan otot belum menyatau, bahkan indera masih lumpuh. Dulu saat kita berbaring di sana maka kita aman. Kita makan apa yang dia makan, kita minum apa yang dia minum, dan kita habiskan darahnya sampai kita bisa lihat cahaya.

Tak heran jika sekarang aku masih mencari ruang itu. Walau aku tahu aku takkan mungkin kembali ke sana. Namun perlindunganku, rasa aman dan nyamanku bersumber di sana.

Langit masih hitam, gelegar pertir masih berseru dan hujan… masih saja asikk dengan iramanya sendiri. jadi kuputuskan untuk di sini, diam. Menunggu sampai kau datang. Dan membiarkan kesepian menemaniku smpai pintu itu terbuka dank kau hadir lagi.

Jumat, 28 November 2008

rayuaan manis


go o paint.bmpAku mau pergi melukis

Melukis apa?

Melukis semua yang indah

Yang indah dimana?

Di mata di hati di jiwa

Di mata di hati di jiwa siapa?

Di mataku di hatiku di jiwaku

Yang seperti apa indahnya?

Yang seperti kamu

tidak pernah tidak sesedih ini,bukan


go o paint.bmp

Aku ingin membuatnya

Merangkainya dengan jariku

Menyimpulkannya

Lalu kubawa padamu

Biar kau kenakan hari ini

Walau aku hendak pergi

Tidak pasti apa kembali

sampai berjumpa SRI


doa menjelang belajar

berikan aku SEMANGAT untuk belajar karena walaupun aku mau aku TIDAK bergairah jadi taruhlah SEDIKIT saja untuk aku boleh BERGERAK belajar supaya nilai BAGUS tanpa REMEDIAL jadi dalam WAKTU yang kurang dari 10 jam ini biar kiranya ada SENYUMAN dan juga TAWA untuk bisa LAGILAGI SEMANGAT karena tulang rasanya tidak mau bergerak LEKAT dengan lantai dan MATA enggan MEMBACA akhirnya karuniakan aku KUNCI untuk membuka OTAKKU yang suka tertutup sendiri JANGAN biarkan aku NONTON terus atau INTERNETAN terus atau MAKAN terus ohhh HENTIKAN kegiatan tak bermanfaat ini dan mulailah BELAJAR SEJARAH yang SEBANYAK eek MENCRET juga SASTRA yang CIHUY.
amin

HUMAN REALITY

EGOEGOEGOEGOEGOEGO
G E
O G
E BIKIN O
G BEGO E
O G
E O
G E
O G
EGOEGOEGOEGOEGOEGO

Selasa, 18 November 2008

MENCAIR


bagiku hujan tidak pernah membosankan. karena ia berirama saat jatuh ke bumi. ia menari ketika tiba di daratan dan hujan, hujan tak pernah sendiri. selalu beramai-ramai, riuh dan soelah bersorak bunyinya. aku suka hujan, karena hujan menyelamatkanku dari waktu yang lamban. saat hujan turun, waktu seolah berlari mendahuluiku. tapi aku paling suka jika tetesan hujan jatuh di pelepah pisang. ia akan berkumpul jadi satu dan menimbulkan bunyi : tik...tik...tik! dan suara itu akan menggambar memoriku, mundurd beberapa belas tahun yang lalu... saat hujan turun, aku menangis. terisak dan sulit berhenti. aku akan berlari untuk bersembunyi dari jendela. karena aku percaya hujan datang lewat jendela. di dalam selimut, pojokkan kamar atau di atda karpet kamar mama, aku bersembunyi. sampai tertidur karena kelelahan menungu hujan berhenti. kadang aku bosan sembunyi dan aku akan berlari mencari mama. mungkin di dekat mama hujan tidak akan menggangguku. kalau mama melihat aku manja bergelendotan di lengannya, ia pasti tertawa. mengomeliku namun tidak marah. mungkin mengejk lebih tepat. mimiknya akan berubah, bibirnya dimajukan persis seperti ikan koi. lalu ia mulai bercerita hal menyengkan tentang hujan katanya kalau hujan turun, beruang, kelinci dan sahabatnya yang lain tidak jadi pergi berenang. mereka akan pulang ke rumah beruang dan berpesta. mama bilang, di pesta nya banyak permen, kue dan minuman. lalu mereka semua akan masuk ke dalam selimut dan berpelukkan. supaya tubuh mereka tetap hangat. mama pun mengajakku masuk ke dalam selimut. lalu ia mulai bernyanyi...
"tik...tik...tik, bunyi hujan di atas genting airnya turun, tiak terhinga cobalah tengok, daun dan ranting pohon dan kebun basah semua..."
walau suaranya tidak indah, tapia membuatku merasa damai. dan aku akan tidur, walau hujan terus turun...dekat denganku... sekarang jika aku melihat hujan, aku akan rindu. aku ingat jendela besar, tempat dimana aku percaya hujan masuk. pojok kamar tempat yang kecil dan gelap. atau selimut hijau besar yang hangat, yang kubayangkan juga dipakai oleh beruang dan temannya. aku rindu pulang. aku rindu jadi anak kecil. manja, penakut, percaya pada segalanya dan yang terpenting, aku selalu dekat mama. walau aku melihat mama hampir setiap hari aku merasa kami tinggal di dua benua yang terpisah samudera. aku tak tahu apa kabar mama, dan mama melewatkan banyak waktu dalam hiduppku. ia tidak lagi mengenalku. ia tidak tahu kapan aku ketakutan, kapan aku butuh untuk bersandar. aku dan mama berpandangan, namun kami tak lagi masuk dalam 1 selimut. entah siapa yang beranjak lebih dulu. kalau hujan turun, pikiranku melayang dan bersenang-senang di halusinasi indah itu. saat aku sadar, hujan masih turun. dan aku jadi ketakutan lagi. segera kuraih teelpon dan, "halo mama, apa kabar?" (seolah 1000 tahun aku berpisah. itulah mengapa hujan tak pernah membosankan. ia mencairkan kesenangan yang telah membeku) jakarta, 5 november 2008

PEAK of HARDWORKING




malam ini aku melewati jalanan panjang dalam gemerlap cahaya setelah hujan. jalanan yang basah menggelincirkan roda dengan sempurna, membantuku sampai di rumah lebih awal. selama satu jam perjalanan mata tak bisa kupejamkan, pikiran tak kuasa disuruh beristirahat, sampai kelelahan sendiri memaksanya. akhirnya karenna pemangdangan di luar terasa memikat, kubiarkan mata terjaga dan mengawasi pekatnya malam jakarta
saat mata mengitari dan mengikuti arah laju mobil, pikiran ku melayang-layang masuk ke dalam dimensi waktu yang telah terlewati. ada satu kesesakan yang terlepas,seperti ditekan keluar begitu saja.
kesedihan yang kurasakan kemarin sungguh tiada duanya. terpukul,terhina, direndahkan, tersinggung, terkoreksi, dibenarkan, dan kebingungan...sungguh kepenatan hari lalu masih membekas di kepala. seakan terukir dan sulit dihapus.
hari ini belum selesai kesesakan yang lalu, kami harus menelan pahit kenyataan bahwa dia sangsi dengan kami. dia pesimis, tak yakin dan meminta maaf..kalau project ini tak sesukses pendahulunya.kami sebagai pelaku dituduh tak becus mengeksekusi idea mereka. dan aku hanya diam, kecewa...
tak pernah merasa sebegini salah. salah dalam segalanya,salah dalam memutuskan dan salah dalam menjalani keputusan. seorang temanku begitu terpukul dengan kenyataan itu. ia marah, kecewa dan sakit hati. yang seorang lagi, berusaha menerima kenyataan dan menganggapnya sebagai bagian dari takdir. ia tak kecewa walau memang sedih juga rasanya.
temanku yang terpukul ini begitu tertekan dan meluap murkanya (begitu menurut pandanganku). jadi kami bertiga, aku dan temanku yang pasrah ini, pergi ke toilet menemani temanku yang menderita dalam kesesakan kecewa.
ia bertutur tentang segala ketidakadilan dan keluh kesahnya sebagai pelaku eksekusi. temanku yang lain berdiri di sisinya, berbicara juga menyambar perkataannya.sedangkan aku duduk menghadap temanku yang murka ini. diam dan memperhatikan. sesekali aku pun angkat bicara, seperti "kesesakan mungkin sampai batas tak sanggup menangis" atau "ah, putus asa rasanya". perkataan kecil yang tak membantu apapun.
akhirnya kami bertiga diam. diam dalam persepsi masing-masing. dalam diam itu aku putus asa. apa karena tindak tandukku yang durhaka pada mama di rumah sehingga segalanya berantakan? atau karena kami memang tak becus menjadi pelaku yang dipuja?
tidak tahu
yang kutahu, aku kesakitan sendiri mengenang kembali perkataan sang empunya idea, sang konduktor, bos perkumpulan ini. seolah merasa sangat kecil dan berarti kosong...
di penutup perjumpaan kami terjadi rekonsiliasi kecil atas kejadian kemarin. dan yang terjadi hari ini kusimpan rapat dalam hati, supaya biar tak usah diudarakan dan menimbulkan huru hara.
mataku menangkap kerlipan sorot lampu dari arah berlawanan. menyadarkanku lagi dalam realita yang terjadi pada dimensi saat ini... duduk dalam kelelahan setelah berjuang walau ada kelegaan juga akhirnya.kelegaan satu memang terasa menyenagkan, walau aku tak tahu harus mulai darimana untuk memperbaharui segalanya. segelanya demi kita, demi teman-temanku...




ps: seorang yang kukenal mengatakan ini pada temanku yang pasrah
"keajaiban itu ada di tangan kami"
mungkin ini kunci untuk membuka pintu baru dalam perjalanan kilat kami, semoga