Selasa, 18 Maret 2014

yang putih bersinar redup di tengah kota

gedung pertunjukan: etalase manusia dan pernak-perniknya

selain kemiskinan dan sistem feodal, kolonialisme meninggalkan kita peradaban budaya pertunjukan. tidak sekadar komersialisme panggung tapi juga sopan santun dan sikap hormat pada seni pertunjukan. ya, mereka meninggalkan kita tempat yang lebih indah untuk menertawai hidup yang sebenarnya kita jalani dengan isak tangis dan haru biru.

sudah seharusnya, bangsa yang lebih dulu kenal pertunjukan daripada seni lain, memajukan gedung-gedung pertunjukannya. dirawat dan dilestarikan ke-kuno-annya. biarkan ia tetap berdiri kokoh dengan debu masa lampau yang tebal menyelimuti. jangan malah mencekik mereka yang berusaha masuk dengan nilai uang tinggi dan birokrasi tai kuda. sudah seharusnya, tiap-tiap orang rutin datang ke gedung pertunjukan. menjadi hal biasa saja. lumrah. alamiah.

seharusnya, gedung ini yang diperbanyak dan yang sudah ada dijaga. jangan terus bikin mall. tempat sampah saja itu. manusia datang, buang duit, keluar jadi manekin. mati lama-lama kemanusiaan mereka.

semoga kamu abadi bahkan sampai cucunya cucuku bisa tetap menulis tentangmu. gedung kesenian jakarta.

Tidak ada komentar: