Selasa, 19 November 2013

"Jangan pergi... Jangan pulang. Kupaksakan malam tetap lama supaya bisa tuan bertamu. Jangan pergi... .. Jangan pulang, jangan"

Tapi tetap saja, dengan tak peduli ia keluar. Balik badan dari gigil dan gemeletuk tulangku. Sesekali masih menjeritkan namanya, berharap tergerak hatinya oleh belas kasihan pada mahkluk menjijikan yang mengaduhaduh sakit.


Darah, kotoran, dan cairan asam keluar dari seluruh lubang di tubuhku. Katamu kau marah karena tak kuhiraukan tubuhku. (Bahkan darah yang sudah rintik-rintik mengalir di nadiku, beriak mendengarmu.) Tak ada kasih untuk dibagi tuan? Sampai mulutmu pun rasa kematian?


Lalu sekarang tinggal aku dan cairan tak bernama, berbau, dan nyeri dari usaha mengeluarkannya. Tinggal kami, ruang lembab ini memelihara dendamku. Sakit yang ini takkan kubawa lelap. Takkan kulupa. Takkan kutelan. Ia akan ada jadi ruang hampa yang menyengsarakanmu, di antara aku kamu.


Haha.
Masih jelas kuingat rindu yang merontaronta di antara sekarat. Sekarang pun masih merontaronta. Masih sekarat. 


(Jangan pergi... Jangan.../ tapi tetap pergi)

Tidak ada komentar: