Rabu, 18 November 2009

jakarta sedang hujan, jakartaku yang manis


jakarta memang ramai
dan tak pernah mati
lampunya selalu gemerlap
jalanannya jarang lengang
angin pun sulit mencari tempat di dalamnya

namun jika hujan
gelap sekalipun
jakarta jadi romantis
imajiku berkeliaran tatkala berdiri
di antara dua tiang lampu
saat hujan dengan ramahnya
mengguyur jakarta

jakarta lebih romantis dari bandung
jika hujan telah mengguyur
siapapun akan pergi mengintip
orang tidur akan lelap
yang bermesraan makin rekat

jakarta lebih hangat dari bali
jika hujan telah menari
ia menyapa
ia menggores
ia jatuh di antara rambut rambut

jakarta akan lebih indah
jika hujan
di antara anak gedungnya
yang sedang tumbuh
hujan berkejaran
payung warna warni diangkat
seolah pamer keindahan
namun jakarta lebih indah
sekalipun penari turun ke jalan
sekalipun aktris melepas badannya
jakarta tetap romantis!

dan aku bilang
aku mau kau membawaku
kita membayangkan jakarta di balik payung
sebab jakarta sedang HUJAN

kamu selalu tahu jalan pulang,sayang




aku akan diam sebab dunia memusuhiku dengan kata









aku akan bergerak perlahan


seolah-olah aku balerina tak bertungkai


yang terkulai


sebab daratan menjauhkanku dari dinamika











aku akan terpejam


seperti langit yang tidur kala malam


sebab hujan meninggalkanku sendiri di tengah sahara











aku akan berhenti di depan pintu itu


tidak mengetuk


tidak bergerak


tidak memandang


aku hanya akan berdiri


dan menunggu...





kamu terjaga dari mimpi semalam


kamu bangkit dan bersalin pakaian


kamu duduk dan menghabiskan sarapan


kamu berjalan dan meletakan jaket


kamu berjalan lurus


sampai di depan pintu





dan kamu tidak juga membuka


aku juga tidak





kita hanya akan berdiri


aku yang tidak berkata-kata, tidak bergerak, tidak memandang





kamu yang berbisik dan bilang





"you're home wherever you are"

Selasa, 17 November 2009

sebuah pelarian di ujung horizon

bau lotion ini mengingatkanku pada musim panas di atas kapal senja itu
kapal yang membelah bumi biru itu
menantang angin dengan layar terkembang
gemercik di bawah
terasa asin saat menyentuh pori pori lidahku
dan matahari di atas kami
sungguh matahari musim panas yang mencumbu tanpa henti



lotion ini tumpah
mengalir lambat karena kekentalannya
mengenai ujung kertas ungu
merubahnya jadi biru
warna ini,
mengingatkanku pada kain yang rapi membungkus tubuh itu
dari pinggiran dek
masih aku ingat
bagaimana kurekam warna dan lekuknya
biru
setelah air menyentuhnya






ah
rasanya saat menyentuhku
lotion ini mengenai kulitku dan segera meluncur masuk ke dalamnya
persis seperti saat kita bersentuhan
hanya saja lebih rapat
dan mungkin aku tak ikut terhisap ke dalam lotion
seperti aku terhisap olehmu
musim panas
dan senja
melebur di atas bunyi kapal yang melaju


dan layar menangkap angin untuk menghentikan waktu
kita di atas dek
merekam memori untuk diingat
(bukan dimiliki)

jeritan di tengah pagi buta sangat buta



ternyata kopi di dalam gelas telah merembes melalui celah retakan di bawah gelas. luput dari pandangan saya. dan saat saya bangkit dari duduk tulang saya terasa berpelukan satu sama lain, enggan dipisahkan. sehingga saya terpaksa merenggangkannya. keras,KRAAKK...

jarum jam juga telah berlari meninnggalkan tengah malam, menjemput pagi. udara dingin di luar kaca jendela perlahan merambat makin tajam ingin masuk ke dalam. dan intensitas sepi itu meningkat walau kaca televisi tidak berhenti memantulkan bias warna dan bunyi.

aku membaringkan diri dengan malas setelah segelas air putih berhasil kularikan melalu tenggorokan yang kering kerontang.

"ah malas melanjutkan"

aku membuka beberapa jendela baru di depan layar, memandangi dunia dunia yang berbeda melalui jendela-jendela itu. membosankan. semu ternyata lebih fana dari realita, cepat berubah cepat merangsang cepat membosankan...


mata telah membengkak hitam tiada ampunan.
tubuh bereaksi minta dibaringkan

otak minta dimatikan

dan di tengah hiruk pikuk tubuh saya menanggapi situasi

saya merasa sepi sekali

sebab saya sadar

saya manusia menit terakhir yang masih hidup di menit-menit paling hening dalam dunia ini

saya punya 1001 hari untuk berlari mengejar bahan

tapi saya duduk diam saja

kini saya tertekan lebih dari apapun

dan sekali lagi

tubuh saya histeris mohon ampunan


ISTIRAHAT ISTIRAHAT TOLOOOOONG

Senin, 16 November 2009

reflection point

kita pasti menyembunyikan hal-hal
dan menguburnya jauh di dalam sana
di tempat yang tak terjangkau matahari
di sudut yang luput dari bulan
sebab kenangan akan hal itu
hanya membangkitkan setan yang berhati belati

namun
ada kalanya
di saat kita sendiri
dan gelap membayangi
tubuh kita berhadapan dengan cermin
mata kita bertemu dengan mata di dalam cermin
sekejap
lewat dalam kerlipan
kita tidak lagi mengenal apa yang kita lihat
lalu apa yang telah terkubur jauh dalam dan tak terlihat
begitu saja hadir
mengingatkan kita
tentang

"siapa aku"
"dimana aku"
"kemana aku"
"apa yang kulakukan"
"mengapa aku, aku?"




dan histeria itu melonjak
dari dalam garis
dari sela-sela selubung
mungkin
dan sangat mungkin

kita telah berada di titik dimana kita melihat namun tak mengerti dan membayangkan menjadi orang lain, lalu seketika sebuah ledakan itu menghamburkan apa yang kita tahu dan merubahnya menjadi kepingan juta lawan kata dari diri kita (yang kita kenal)

pendeta menjadi penipu
guru menjadi pembunuh
banci salon menjadi presiden

dan apakah kita
mari kita telusur lorong yang disoroti bulan
dan jangan percaya apapun
sampai akhirnya

Sabtu, 14 November 2009

selamat tinggal adalah semacam penyakitku

kamu akan berpaling dan melihat hadiah dariku
sebentang langit
dan hujan yang melintas di sekitar tubuhnya
lalu kamu akan berjalan ke arahku
memelukku dalam airmata yang tak sanggup terbendung
tapi aku akan bilang
hari ini aku datang dengan hadiah
hadiah bagi kamu yang berjalan mendahuluiku
manusia harus memilih
dan aku memilih pergi
maka kakiku berjalan mengingkari pelukan itu
meninggalkan hadiah itu
yang dalam sunyi
masih mengguyur rambutmu
(tidakkah kalian melihat, aku dan penyakitku ini takkan mampu terobati.)

pemeluk tanpa iman (malam itu musik mengusik)

ada kalanya kita berpikir kita telah menemukan jalan itu
kita telah berdiri di atasnya
dan merasakan angin takkan sanggup menghalau
rasanya belum bisa percaya
bahwa musik semalam menghempas agama ini
kepercayaan dan meditasi di atas jalan ini
dihalau bagai tertelan ombak tanpa sisa
lagi lagi
khawatir tiba lebih cepat
lebih cepat dari kemampuan akal menerjemahkan tanda

mungkin manusia memang cepat percaya
memegang teguh kitab yang tidak mampu dicerna
mendengar sekali lantas berpeluk
melihat selintas lalu jatuh hati
kita dibuat tahu
bahwa dunia punya satu kebenaran

namun saat segalanya diuji
kemankah kita tiba
sebuah iman dengan laskarnya
ataukah kita memang harus selalu berubah