Senin, 09 April 2012

invisible

pernah kukatakan pada seorang kawan, di meja tempat bir dan rokok kami biarkan bertemu. dalam aroma kesedihan yang tinggi di ujung sore, aku bilang
"hidupku adalah panggung. riuh ramai penonton adalah energi. dan setiap kali lampu menyala, aku hidup. ketika kekaguman mereka menguap dan mulut mereka berhenti memujaku, aku mati."
dan kawan itu terbahak. entah sependapat atau berusaha sopan.
tapi bukankah kita semua begitu?
energi adalah kekaguman mereka yang menyaksikan kita.
rasa cinta mereka adalah nafas
dan tepuk tangan adalah irama jantung yang baru.

lalu suatu malam aku kesepian. panggungku turun tirai. bangku penonton sepi. pintu gedung pertunjukan terkunci rapat. aku sekarat. nafasku habis, detak jantungku berlari, dan sepi mencekik nadi-nadiku.
apa enaknya dicintai saat lampu menyala? apa hebatnya dipuja sepanjang masa dan mati ketika semua itu hilang. aku mau dicintai bahkan ketika lampu menyembunyikan aku. penonton berjalan keluar dan tirai di panggung turun.

aku butuh kamu, kamu yang tidak jatuh cinta pada aku yang berdiri di atas megahnya panggung dan kilau lampu.

Tidak ada komentar: