Di sebuah negeri yang jauh dari teman dan
saudara, aku akan bangun sebuah ruang untuk kita. terlepas dari kungungan adat
istiadat dan keluarga. Kau mau? Aku akan bangun lebih pagi dan membuatkanmu
telur yang paling putih dengan bulatan kuning bersinar, gurih. Kutuangkan susu
dan kopi dalam gelas yang berdiri sabar untuk mencium bibirmu. Kubangunkan kau
dengan belaian paling lembut yang pernah kau dapat. Tersenyum menyambut
pelukanmu. Kita akan makan banyak pagi itu. bercerita tentang mimpi semalam dan
menertawakan hal bodoh yang kita lakukan di atas ranjang.
Ketika matahari telah
berdiri bangga di tengah langit, kita akan pergi pantai. Menghabiskan sebotol
limun dingin dan menceritakan laut yang tak pernah terlihat ujungnya. Lama-lama
sampai matahari condong ke barat. Ketika itu bayangan kita muncul di permukaan
pasir yang kecoklatan terpanggang matahari dan bau garam itu akan menyedapkan
siang. Kau lari ke pondok dan mengambil gitar kayu. Kau bilang kau temukan cara
memainkan musik yang kusuka. Kau mainkan nada-nada itu dan memintaku menari. Aku
memintamu memainkannya lambat-lambat agar tubuhku bergerak leluasa. Dan kita tidak sadar, kau tak lagi memeluk
gitar tapi tubuhku. Tubuhmu dan baunya berjarak sehelai rambut dari tubuhku. Dan
kita bergerak sampai matahari malu memandaingnya. Ia memutuskan tenggelam. Dengan
warna merah di balik tarian kita, aku menciummu. Ciuman paling panjang yang
akan kubagi. Ciuman yang membuat senja di pantai cemburu. Ciuman yang membuat
waktu kehilangan detaknya.
Namun, ketika malam tiba
dan bulan bulat utuh naik ke atas langit... kau pergi. Kau titip pesan pada
tembok-tembok yang bisu melihat jejakmu di depan pintu.
“aku harus kembali. Hidup dalam kenyataan. Terimakasih atas mimpinya. Denganmu, aku bermimpi tanpa harus tertidur.”
Lalu kau pergi dan sekali lagi aku harus mengulang melakukan hal itu, mentato tubuhku dengan nama-nama mereka yang menghilang. Rah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar