dua pria duduk di bawah saya. tidak benar-benar ada di bawah tubuh saya, tapi setingkat lebih rendah dari saya. sangat rendah sampai saya dapat melihat begitu dekat. seolah kami duduk bersebelahan dan saya bagian dari mereka. tapi bukan. saya hanya sendiri, duduk ditemani dua cangkir kopi yang satunya telah habis lebih dulu. mereka tertawa dan saya senang walau saya bukan bagian mereka. tapi, mereka begitu dekat hingga saya merasa tawa mereka pun milik saya. saya tersenyum. dan merasa tidak berhak berkomentar.
tidakkah kamu tahu, betapa dekatnya mereka dengan hidupmu. hingga kadang nafas mereka dapat kau rasakan menyentuh kulitmu. begitu dekatnya hingga kerut di dahi mereka dapat kau hitung. dan tak peduli seberapa dekat kamu merasa, kamu ternyata tak benar-benar punya hak untuk ikut serta. mereka tertawa dan kamu tidak tahu kenapa itu lucu karena kamu bukan bagian mereka. kamu sedih dan mulai menangis, dan mereka tidak. mereka tak harus peduli. jelas. kamu bukan bagian mereka. walau kadang kamu pikir, ya, kamu bagian dari mereka. jarak, biar seinci, tetap jarak.
inilah yang tak kita sadari sekarang. yang kita lupakan sejak media sosial mencuri keintiman dengan dirimu.
"lagi pup ala anjing herder nih"
" i love you more, des"
...."kok des? kan ini tania?!"
"papa pulang aku laper. mama ga pulang. papa ga pulang. cyedih hxhxhx"
kalimat-kalimat di atas ternyata bukan ditemukan dalam sebuah percakapan langsung antar dua orang. dua orang yang ternyata tidak duduk menjadi satu bagian. kalimat itu justru dinikmati oleh jutaan mata yang rasanya tak kenal-kenal betul dengan orang yang mengucapkannya.
jadi, beginilah kita sekarang. duduk sendiri dan selalu merasa ramai. sebab dengan sebuah kotak di tangan, percakapan semua orang seolah menjadi milik kita. tiba-tiba kamu jadi bagian dari semua percakapan personal. tidak ada lagi jarak yang benar-benar nyata. semil pun takkan terasa berjarak.
thanks to technology!
tapi ini bukan selembar dengan ucapan terima kasih dan kebanggan. ini adalah sebuah ratapan. saya merindukan adanya jarak itu. dan saya lebih rindu lagi dengan keadaan di mana orang tidak ikut campur (sembarangan) dengan apa yang saya ucapkan. interaksi memang perlu terjadi! saya setuju, tetapi tidak semua yang saya tertawakan orang harus komentari. kadang jarak se-inci itu saya cari susah payah dan hasilnya: saya telah terjebak dalam sarang laba-laba peradaban milenium menuju kiamat.