Aku memburumu siang itu. Saat hujan dengan buasnya memperlihatkan irama dan meludahi matahari hingga malu bersembunyi di balik awan. Namun kau tidak menyadari mataku yang terengah-engah mengikuti tiap langkah yang kau biarkan bergulir di atas jalanan basah itu. Sekali pun kita bersebelahan dan aku bisa membaui wangi eksotis tubuhmu itu. Kau tidak menyadari nafsu memburuku. Kau tersenyum saat kita bersentuhan di bawah kanopi bulat yang memayungi kita dari hujan yang menggilai tubuhmu dan tubuhku. Pakaianmu lekat dengan tubuhmu yang terpahat sempurna. Aku mulai menggigil. Entah karena udara yang mengigit-gigit dagingku atau kau yang mengerogoti akalku. Aku menggigil lebih hebat.
Hujan rupanya tidak sudi berhenti dan membiarkan kau pergi dariku. Ia menempatkan kita dalam satu area untuk membuatku mampu menangkapmu. Namun aku bukan pemburu yang gagah berani. Aku hanya begitu suka memburumu, tapi aku tak tega mencengkrammu. Aku merasa harus melepasmu, walau aku kadang ingin tetap menangkapmu. Kau perburuanku yang tidak ingin aku tangkap.
Kanopi ini ternyata lebih kecil dari yang aku bayangkan. Sehingga kulitmu itu selalu menyapaku tanpa aku bayangkan rasanya. Dan tiap kali tanganmu menyentuh tubuhku, darahku menghentikan lajunya dan membuat wajahku pucat pasi. Aku tak berani menunjukkan wajahku padamu. Aku bersembunyi di balik topi bulat yang hampir menutupi mataku. Kau ingin melihat wajahku yang kubiarkan jadi misteri. Aku merasa kau akan ketakutan melihat pemburumu ini. Sudah kukatakan aku tak bisa menangkapmu, namun aku terus ingin memburumu. Jadi biarkan aku misterius di benakmu. ya
Kamis, 13 Agustus 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar