saya
(semalam)
seorang katolik budiman mengajak saya novena maria. saya menolak halus. kata saya "biarlah saya berdoa sendiri malam ini". padahal sejujur-jujurnya saya sudah lama sekali tidak duduk untuk berdoa apalagi sendiri berdoa. saya berdoa ketika ada yang berulangtahun, itu pun saya tak tahu saya berucap doa apa. saya berdoa ketika keluarga saya mengajak berdoa malam, atau ketika hendak pergi, atau hal-hal spesial lainnya, saya berdoa. mengucap beberapa baris permohonan dengan banyak kata 'Tuhan' di sela-selanya. saya berdoa seperti itu. oleh karena itu, ketika seorang mengajak saya berdoa novena Maria, saya harus berbohong untuk mulai jujur. saya menolak, itu kejujuran karena saya memang tidak mau berdoa novena Maria. saya bohong ketika saya utarakan alasan ingin berdoa sendiri.
(lalu kami duduk, saya baring dan ia duduk menghadap saya bertanya-tanya)
"baru kali ini ada orang menolak ketika diajak berdoa bersama"
kita, kau dan saya, berbeda. itulah mengapa saya membiarkanmu berdoa sendiri dan saya sendiri. bukan menolak. membebaskan. namun, katolik budiman ini tetap bersikeras menginterograsi saya. mungkin jiwanya yang spiritual tak mau memahami penolakan saya. mungkin jiwanya yang terlalu katolik, tersinggung. saya tak mau berdoa pada Maria.
(singkatnya...)
"kamu atheis sekarang?"
saya tergelak, guling-guling di tempat tidur karena pertanyaannya. sebenarnya saya mau bilang, kalau iya kenapa. tapi itu namanya bohong. saya percaya Tuhan dan bagi saya cerita di Alkitab masih jadi pedoman hidup. jadi kalau saya bilang atheis, selain memicu konflik dengan orang katolik budiman ini, itu juga akan memicu konflik dengan diri saya sendiri.
"tidak. hanya saja, saya punya cara sendiri untuk berdoa"
yaitu dengan tidak berdoa, tidak ke gereja, dan tidak lagi pusing soal Alkitab. ya, itu kejujurannya. kejujuran praktis. tapi dalam kepala saya, prosesnya berbeda. maka yang keluar,
"saya punya cara sendiri karena saya hidup di keluarga dengan banyak cara berdoa. ayah saya berdoa dengan berlutut, melakukan tanda salib, terpejam, dan khidmat mengikuti doa-doa di buku Gereja. ibu saya lain lagi, ia berdiri, bertepuk tangan, berteriak-teriak, membaca Alkitab keras-keras, dan terkadang sama sekali tak punya jadwal acara beribadah. jadi, saya, sebagai anak, harus pilih cara yang mana? saya pilih cara saya sendiri. tidak katolik, tidak protestan, tidak karismatik, tidak."
(dan kalau setelah perdebatan semalam, keimanan saya berkurang, maka terkutuklah otak saya yang membiarkan mulut saya berbicara indah tentang perbedaan. )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar