Kalau ujung-ujungnya kalah sama keadaan.
Saya di tengah. Oportunis kamu bilang? Oh bukan. Saya di tengah, mengakui adanya warna abu-abu di antara pekatnya hitam dan terangnya putih. Untuk apa kamu tanya? Untuk melihat bahwa harus selalu ada kata "kompromi". Kompromi itu bukan kalah oleh keadaan. Oh betapa tololnya mereka yang masih bilang saya oportjnis. Kompromi itu justru meredam ide yang kadang membara dan malah membakar hangus mimpi. Kompromi itu mengambil jarak seobyektif mungkin untuk tidak menyerah betapapun sulitnya ide dimimpikan dan kemudian diwujudnyatakan.
Kompromi itu menundukan ego. Kompromi itu sulit. Kompromi itu terdengar lemah tapi...
Ia adalah jalan terbaik untuk bertanggung jawab atas ide yang telah muncul. Kompromi saudara.
Adakah kamu telah mencobanya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar