mengapa kau tak kunjung paham kalau aku menolak mengerti. tak ada kewajibanku untuk ikut merasakan waktu lampaumu yang gegap gempit dan semarak itu, aku tak di sana. dan dari waktu ke waktu kuperhatikan, kau menolak pula paham bahwa aku jelas tak mau untuk tunduk dengan apa yang mereka bilang kompromi. aku tak menaruh kepalaku untuk kau tendang hingga berputar seratusdelapanpuluhderajat, berdarah, dan akhirnya mengalah untuk selalu berada di sana. aku bukan penonton. tak mau menyoraki apapun. aku pemain di atas panggungku sendiri. dengan lakon yang kupilih. dengan dialog panjang lebar besar kecil yang kuatur sendiri. aku berhak menjadi apa yang kumau di dalam gedung pertunjukan yang kebetulan juga milikku. jadi, mengapa kau tak kunjung paham. sampai letih aku bilang padamu hal itu, dengan pelbagai gejala alam kutitipkan pesan ini, dan kau menolak melihatnya.
jadikan aku air tenang yang mengalir sampai ke hulu. berkelok pasti, indah, menyejukan.
atau jadikanlah aku angin. yang dengan semilirnya, orang pergi tidur untuk bermimpi.
kau malah menyalakan sumbuku. memadukanku dengan gas dan zat-zat lain yang memercik bara dalam tubuh. aku ini api, jangan kau bakar lagi. tanpa kau nyalakan lagi, aku selalu menyala-nyala. biarkanlah aku beristirahat dalam panasku sendiri. supaya jangan aku merusak apa yang kusentuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar