Dari atas papan kering yang menjadi tempat pembaringan, kuceritakan sebuah jenuh yang membuatmu bersyukur
100 malam lalu, aku masih seorang ksatria
Pemenang dari segala sayembara
Memasuki ruang minum-minum dengan kepala terangkat pongah
Sebab aku tahu aku seorang ksatria
Namun kurang dari 5 malam yang lalu,
Aku harus beradu dengan tubuhku sendiri
Aku menyerah oleh rongrongannya yang memaksa untuk rebah
Aku turuti
Tapi toh ksatria tetap ksatria,
Dalm rebahnya sekalipun.
Kemarin malam
Aku terisak,
Bak perempuan yang menahan pilu aku duduk di pinggir pembaringanku
Menatap keluar jendela
Sambil menyembunyikan tubuh dari angin yang mendera
Gigil
Gigil
Getar
Getar
Tubuhku tak mau diajak kompromi
Detik itu juga
Hilang semua kuat dan gagahku
Aku lebih telanjang dari hewan manapun juga
di malam-malam berikutnya aku terjaga,
Menanti kesembuhan yang tak kunjung tiba
Dengan panas yang menyiksa.
Lebih lagi,
Bahkan untuk berdiri di atas kedua kaki pun aku tak sanggup
Mereka harus memasukan makanan itu ke dalam mulutku untuk kemudian kumuntahkan lagi.
Helaan nafas terasa berat
Mimpi tentang hari esok makin buram
Jenuh
Mati dalam mimpi
Demikian,
Kisah dari tubuh yang kerontang menahan jenuh
Kalian patut bersyukur,sehat itu luar biasa nikmat
Dan nikmat itu hendaknya disimpan baik-baik!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Cantik sekali puisinya..
Posting Komentar